JABAR EKSPRES- Lagi-lagi kita dikejutkan oleh pemberhentian kompetisi level kedua Liga Indonesia atau Liga 2 sejak Kamis Sore (12/1) Sore. Keputusan itu membuat seluruh pecinta Sepak Bola negeri ini geram.
Keputusan sekonyong-konyong itu keluar dari federasi Sepak Bola tertinggi negeri ini yakni PSSI. Banyak yang tidak menyangka kenapa solusi yang keluar adalah pemberhentian kompetisi Liga 2. Sementara masih banyak pemain yang menggantungkan hidup dari Sepak Bola.
Sangat disayangkan memang, ketika orang-orang yang menjadi bagian di PSSI malah mengalami kemunduran. Orang-orang ini seperti tidak punya cara lain untuk tetap memutar kompetisi agar berjalan namun malah sebaliknya. Dampak negatif dari pemberhentian kompetisi Liga 2 ini akan sangat buruk.
Disadari atau tidak, sudah menjadi rahasia umum bahwa Sepak Bola Indonesia sangat rawan dengan pengaturan skor atau match fixing. Dengan tidak adanya sistem promosi dan degradasi maka klub-klub yang saat ini bermain di level tertinggi pun tidak akan terbebani karena meskipun berada dalam posisi juru kunci mereka tetap aman sampai musim depan.
Lalu pernyataan aneh dan menuai kontroversi keluar dari mulut yang sebenarnya tidak paham kulture Sepak Bola. Saya yakin, untuk menjabarkan poin-poin penting mengenai aturan Sepak Bola atau aturan-aturan pertandingan saja mereka tidak akan paham atau lebih parah disuruh sebutkan pasal-pasal FIFA tentang hukuman match fixing saja pasti tidak akan tahu.
Seperti ungkapan Haruna Soemitro Anggota Exco PSSI yang berkomentar mengenai kegagalan Indonesia pada Piala AFF 2023.
“Para pemuja STY, waktu dan tempat dipersilakan,” kata Haruna. Statement tersebut menjadi sebuah kemunduran dan malah memicu amarah para pecinta Sepak Bola Indonesia menjadi reaktif dan agresif.
Semua sudah bosan dengan janji-janji PSSI yang akan terus menjadikan Timnas Indonesia berprestasi. Nyatanya, untuk berprestasi saja sepertinya sulit sekali. Bukan karena pemain bolanya melainkan organisasi yang hanya diisi oleh orang itu-itu saja.
Kita sudah bosan bahwa PSSI masih diisi oleh orang-orang yang memang juga sebenarnya masih memiliki keterikatan dengan mayoritas klub-klub Liga 1. Entah sudah berapa background yang menduduki kursi ketum PSSI dari mulai seorang politikus sampai seorang perwira tinggi militer yang aktif namun tetap saja tidak ada yang berubah dari sebelumnya.