JAKARTA – Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN 2022) kemungkinan akan mengalami defisit sebesar 2,38 persen atau sebesar Rp 464,3 triliun.
Meski realisasi ini sedang dalam tahap audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), konsolidasi fiskan ini lebih cepat diketahui karena merujuk pada Undang-Undang (UU) Nomer 2 Tahun 2020 yang memperbolehkan APBN mengalami defisit di bawah 3 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Mengungkapkan, selain defisit anggaran, untuk pendapatan negara mengalmi peningkatan sebesar 115,9 persen atau tumbuh 30,6 persen.
‘’Ini melebihi target yang telah ditetapkan, adapun pendapatan negara pada tahun anggaran 2022 mencapai Rp 2,626 triliun,’’ sebut Sri Mulyani dalam keterangannya.
Kenikan ini merupakan efek dari strategi pemulihan ekonomi yang semakin kuat dialkukan pemerintah dan dorongandari harga komoditas yang tinggi di pasar global.
Optimalisasi juga dilakukan pada belanja negara yang capaiannya sebesar 99,5 persen. Hal ini memliki fungsi sebagai absober.
Dukungan belanja ini dilakukan oleh beberapa kementerian dan lembaga yang telah berhasil malaksanakan program penguat perlindungan sosial (Perlinsos).
Sedangkan untuk belanja yang dilakukan langsung oleh pemerintah adalah pemberian subsidi BBM dan Kompensasi yang berfungsi menahan laju inflasi.
‘’Selain itu, ada Transfer ke daerah untuk mendukung pemulihan ekonomi dan pelayanan publik daerah,’’ ujar Sri Mulyani.
Sedangkan untuk Defisit anggaran dan keseimbangan primer turun signifikan mendekati level anggaran sebelum pandemi.
‘‘Defisit ini bisa ditekan karena efesiensi dari pembiayaan anggaran,’’ Tambah Sri Mulyani lagi.
Sementara itu, Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara beralasan, adanya defisit anggaran pada APBN merupakan bagian dari strategi untuk hadapi tantangan ekonomi global yang masih belum menentu.
Defisit 2022 ini masih berada di bawah 3 persen. Artinya masih di bawah target yang ditetapkan pemerintah sehingga masih bisa ditoleransi.
Suahasil mengatakan, untuk penggunaan APBN 2022 lalu, pemerintah selalu menekankan agar belanja negara dilakukan secara efesien untuk kepentingan produktif.
Belanja negara sendiri ditargetkan mencapai Rp 3.000 triliun pada 2023. Anggaran ini nantinya akan dimaksimalkan untuk mendorong dunia usaha dan menekan suku bunga tinggi.
Harapannya. Penglolaan fiskal ini dapat mendorong tercapainya target Produk Domestik Bruto (PDB) 2023 yang mencapai Rp 21 ribu triliun.