Imaji Perusuh

 

EVMF

Pak Pry, Orang-orang independen (non partisan) kadang-kadang terbangun juga dari mimpi panjangnya ; yang terlalu idealis, terlalu berlandaskan kajian, terlalu teoritis. Toh faktanya capres-cawapres dicalonkan mesti lewat partai politik. Pemikiran orang-orang independen untuk saat ini belumlah mendapat tempat, karena tidak/belum ada undang-undang mengenai capres-cawapres independen. Mengenai Pak Mahfud MD – Bu Sri Mulyani (think tank – teknokrat ekonomi) ; sepertinya ini mendekati idealisme-nya sebagian kaum independen, walaupun bertukaran posisi.

 

Pryadi Satriana

‘Bakat’, ‘ambisi’, dan ‘tanggung jawab’. ‘Bakat’ itu dari Allah. ‘Ambisi’ itu faktor manusianya. ‘Tanggung jawab’ menjembatani keduanya. Orang yg punya ‘bakat’ harus ‘mempertanggungjawabkannya’ melalui ‘ambisinya’. Jadi, ‘ambisi’ itu maknanya positif, ‘goal-oriented’, berusaha mewujudkan tujuan yg diinginkan. Nah …, caranya harus ‘bermoral’. Terkait ini, saya punya ‘catatan khusus’ tentang Ganjar, Anies, dan Prabowo. Ganjar jelas ‘ambisi jadi presiden’, makin tampak setelah jadi gubernur, yg ‘rajin keliling Jateng’, tentunya didokumentasikan & di-‘up load’, baik ketika “melakukan tugas sbg gubernur Jateng, ‘menyapa’ masyarakat Jateng, maupun ‘memberi cindera-mata bagi wong cilik’ di Jateng!” Itu rutin dilakukan! Puan dg sinis mencibir,”Gubernur yg getol ‘main medsos’ untuk pencitraan!” Itulah kesalahan Puan yg fatal! ‘Main medsos’ itu dampaknya jauh lebih dahsyat drpd ‘mesin politik partai’! Justru krn ‘main medsos’ itu, ndhak ada yg bisa mengalahkan popularitas Ganjar di Jateng! Salahkah ‘main medsos’ itu? Ndhak! Itu justru cara cerdik ‘membuat masyarakat Jateng (maupun Indonesia) utk tahu lebih dekat – lebih ‘personal’ – dg Ganjar’! Terkait moralitas, Ganjar ‘tersandung’ dg rencananya ‘merenovasi rumah kader PDIP yg bikin heboh itu’! Belum saya ‘riset’ ttg itu, tapi saya rasa itu sudah ndhak betul walaupun ada klarifikasi dari pihak terkait yg rencananya memberikan bantuan utk merenovasi rumah kader PDIP tsb.! Itu yg membuat Ganjar ‘ternoda’ di mata saya. (bersambung)

 

Wawan Wibowo

Selama manusia warna kulitnya masih berbeda, rambutnya masih berbeda, agamanya masih berbeda, dan tetek bengeknya masih berbeda maka politik identitas masih akan laku.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan