Kelompok Keahlian Perumahan dan Pemukiman Ungkap Tantangan Penyediaan Perumahan di Tahun 2045

Jabarekspres.com – Pertumbuhan penduduk Indonesia pada tahun 2045 diproyeksikan akan menyentuh angka 317 juta jiwa dengan dominasi usia produktif antara 20-65 tahun.Bonus demografi yang demikian besar nyatanya menyimpan tantangan dalam hal penyediaan perumahan layak huni di masa mendatang.

Hal itu diungkapkan Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman SAPPK, Agustinus Adib Abadi, saat menjadi pembicara dalam webinar “Bonus Demografi dan Tantangan Penyediaan Perumahan di Indonesia Menjelang Tahun Emas 2045” pada Sabtu (15/12).

Agustinus menyebutkan, urbanisasi menyimpan dua kemungkinan yang terpolarisasi secara ekstrem. Di satu sisi jika pengelolaannya berhasil, urbanisasi akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan.

Namun di sisi lain, jika urbanisasi gagal dikelola dengan baik, maka akan timbul “bencana struktural” bagi kota terkait.

Menurutnya, kecenderungan urbanisasi yang terus meningkat seiring modernisasi menyebabkan semakin banyaknya kawasan terbangun. Sehingga ketersediaan lahan menjadi sangat terbatas.

Padahal, lanjut dia, proyeksi penduduk yang kian melambung membutuhkan respons berupa penyediaan rumah layak huni yang semakin banyak dari waktu ke waktu.

”Ketimpangan antara penyediaan dengan permintaan ini akhirnya menyebabkan krisis perumahan perkotaan hingga hingga berujung pada tata ruang kota yang semrawut,” ungkap dia.

Dia menjelaskan, di Indonesia aktor yang berperan penting dalam penyediaan perumahan adalah otoritas perumahan lokal. Hal ini karena seluruh proses produksi rumah dilakukan pada tingkatan lokal, sehingga keterlibatan pusat dalam eksekusinya sangat terbatas.

Oleh karena itu, menurut Agustinus otoritas perumahan lokal harus diberikan wewenang yang lebih luas dalam pengelolaan pertumbuhan perumahan dengan cara menjaga keseimbangan ketersediaan dan permintaan serta monitoring sumber daya.

”Otoritas perumahan lokal akan mengendalikan kualitas produksi dari dua sektor, yaitu formal dan informal,” jelasnya.

Meski demikian, kenyataannya perumahan di Indonesia lebih cenderung dominan di sektor informal. Sehingga bisa disimpulkan bahwa dari sisi kualitas, lokasi, dan fasilitas, masih menjadi persoalan bagi sebagian besar perumahan di Indonesia.

”Kalau pemerintah pusat membuat Program Sejuta Rumah misalkan, kita yakin yang mengerjakan adalah daerah, tidak ada pemerintah pusat bekerja sendiri,” hematnya

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan