Jabarekspres.com – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) mencatat angka prevalensi stunting di Jawa Barat dari tahun 2018 hingga 2021 mengalami penurun.
Dari 31,5 persen pada 2018, angka stunting Jabar kini berada di angka 24,5 persen. Angka tersebut menunjukan penurunan cukup signifikan dibanding tahun 2018 yaitu 31,5 persen.
Meski terjadi penurunan, akan tetapi angka prevalensi tersebut masih terbilang cukup tinggi. Mengingat jumlah penduduk Jabar merupakan yang terbesar se-Indonesia.
Maka dari itu, BKKBN bersama Pemerintah daerah (Pemda) Provinsi Jabar menyiapkan skema percepatan penurunan stunting di tingkat kabupaten/kota se-Jabar pada tahun 2022 hingga 2024.
”Sesungguhnya strategi yang terpenting dalam menurunkan stunting bukan konsentrasi di hilir. Tapi justru di hulu,” ucap Kepala BKKBN Jabar, Wahidi di Bandung, Rabu (14/12).
Dia menjelaskan, sumber terjadinya stunting berada di hulu keluarga. Maka dari itu, edukasi dan bimbingan kepada remaja yang akan menikah dan ibu hamil menjadi fokus.
”Edukasi dan pendampingan ini bertujuan untuk memastikan remaja perempuan yang akan menikah tidak mengalami anemia dan kekurangan energi kronis,” jelas dia.
Dia menerangkan, jika calon pengantin tidak mengalami anemi dan kekurangan energi kronis maka merupakan awal yang baik untuk menjalani bahtera rumah tangga.
Namun demikian, kata dia, jika seandainya calon pasangan nikah kemudian diketahui perempuannya anemia, maka upaya yang harus dilakukan ialah penundaan kehamilan.
”Jadi harapannya tetap memastikan calon pengantin perempuan tidak anemia. Sebab ini merupakan cikal bakal kecendrungan melahirkan stunting,” kata dia.
Selain itu, dia pun menyampaikan, strategi penurunan stunting dengan memastikan 5 pilar strategis Nasional berjalan. Ditambah dengan adanya Tagline Ngabring: Ngawal Bareng Jawa Barat Zero Stunting.
”Jadi memang melibatkan semua OPD di Jabar. Dan semuanya mempunyai target terget dan indikator yang harus dicapai. Maka dari itu, semua bergerak pada titik yang dituju,” tandasnya. (win)