Mahasiswa ITB Sulap Sampah Plastik Menjadi Listrik

Dalam hal ini mahasiswa ITB juga mengusulkan kerja sama sektor privat yang menggunakan WTE dengan PLN agar penyediaan listrik lebih efektif dan efisien.

Selain itu, produk sampingan sistem WTE juga dinilai sebagai potensi ekonomi yang menjanjikan dalam perspektif pasar nasional.

Terkait kelayakan, menurut Tim Piwpiw sistem ini sudah layak untuk diterapkan di Indonesia karena hingga saat ini bahan bakunya sangat melimpah dan sistem yang dipakai tidak terlalu kompleks.

Beberapa negara yang telah berhasil mengadopsi sistem ini lebih dulu antara lain Singapura, Swedia, dan Nigeria. Keberhasilan ini tentu menjadi patokan dan semangat bagi Indonesia untuk turut serta sebagai salah satu pemain dalam penyediaan listrik menggunakan sistem WTE.

“Untuk kelayakan sebenarnya layak karena teknologi yang dibutuhkan juga sudah ada yaitu PLTSa. Hanya saja perlu dimodifikasi menjadi sistem tertutup dan ditambah mesin pyrolysis. Uap turbin generator juga menghasilkan produk-produk berguna dengan net zero carbon emission,” Earron menambahkan.

Meskipun demikian, sistem WTE masih menyimpan beberapa tantangan besar untuk menuju implementasinya di Indonesia.

Tantangan struktural yang menyangkut kesadaran dan perubahan pola pikir masyarakat membutuhkan waktu yang tidak singkat.

Belum lagi masalah modal yang seringkali dimiliki swasta sehingga butuh kreativitas dan ketekunan untuk meyakinkan mereka agar mau berinvestasi.

“Kalau sistem WTE ini tantangannya berupa modal yang dibutuhkan serta kerja sama pemerintah, masyarakat, dan swasta. Selain itu, yang perlu diperbaiki mulai sekarang adalah perilaku masyarakat soal kedisiplinan mereka dalam memilah sampah. Karena masing-masing jenis sampah menghasilkan produk sampingan yang berbeda ketika dibakar,” ujar Catherine dan Earron saling melengkapi. (win)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan