Alvin Kuya

Juristo aktif di gereja Bethel di Jakarta. Ia ingin Alvin mengakui masa lalu yang hitam itu. “Ia justru lebih hebat kalau mau mengakui semua itu,” katanya. Juristo juga mengakui yang dibeberkan Alvin selama ini tidak salah. Hanya saja ia tidak mau kalau institusinya yang disalahkan.

Saya pun segera menghubungi Phioruchi. Biasanya cepat direspons. Saya ingin tahu apa kata Phio soal Juristo. Kemarin sore Phioruchi merespons dengan mengirim siaran pers yang dibuat LQ Law Firm milik Alvin. Isinya: membantah semua yang diceritakan Juristo. Tapi tidak ada penjelasan spesifik soal kasus asuransi Budi Ismail itu.

Siaran pers itu justru mengungkapkan perselisihan dua orang tersebut. Terutama soal klien bernama Maria Yenny. Disebutkan, Maria Yenny itu awalnya klien Alvin. Soal investasi bodong. Belakangan Maria Yenny mencabut surat kuasanyi kepada Alvin. Padahal, kata penjelasan itu, penanganannya hampir selesai. Yenny lantas pindah ke pengacara Juristo tanpa membayar fee kepada Alvin. Menurut penjelasan itu, Yenny akhirnya berdamai dengan perusahaan investasi milik keluarga OSO. Dibayar Rp 25 miliar dalam bentuk kontan dan aset. Alvin menganggap Juristo melanggar kode etik pengacara.

Menurut penjelasan yang disampaikan Phioruchi itu Juristo bukan teman Alvin. Justru berbeda kubu.

Kenapa Juristo ke Uya Kuya yang dikenal bisa menghipnotis orang untuk diwawancarai?

“Sebenarnya saya ke podcast yang lain dulu. Tapi tidak direspons”, ujarnya. Ia pun memuji Uya Kuya yang langsung mengajaknya podcast.

Kelihatannya soal ini masih akan panjang. Jangan-jangan Uya Kuya juga yang bisa mendatangkan arwah Budi Ismail nanti untuk ditanya apakah ia benar-benar dikremasi.(Dahlan Iskan)

Komentar Pilihan Dahlan Iskan di Tulisan Edisi 27 November 2022: Gempa Jerman

mzarifin umarzain

Pujian bagi Tuhan yg telah jadikan cucu saya: Gilang Atqo jadi Top Skor

 

Agus Suryono

JUDUL GEMPA JERMAN, KAYAKNYA KURANG SIIP.. Karena.. 1). Di artikel memang ada kata “Gempa’. Hanya 1 kata. Itupun tempatnya di judul itu. Sedangkan di “badan artikel” tidak ada satupun menyebut kata Gempa. 2). Kalau di komen para perusuh, ada tertulis 4 kata Gempa. Rinciannya, 3 kata di komen pak Leong Putu. Dan 1 kata, di komen pak Lukman bin Saleh. Jadi, pemberian judul “Gempa Jerman”, tidak ada dasarnya. Kalau Abah asyik nulis artikelnya, tapi pusing menulis judul, seharusnya tulis saja judulnya: Jerman Jerman.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan