Daftar Mahram dan Bukan Mahram dari Sebab Pernikahan

Sedangkan yang satu, yaitu anak tiri perempuan, menjadi mahram setelah terjadi hubungan badan dengan ibu tirinya.

Mahram dimaksud tentunya adalah mahram mu’abbad atau mahram permanen.

Adapun pihak-pihak yang tidak menjadi mahram walaupun terjadi perkawinan disebutkan oleh Imam An-Nawawi dalam kitabnya sebagai berikut:

لَا تَحْرُمُ بِنْتُ زَوْجِ الْأُمِّ، وَلَا أُمُّهُ، وَلَا بِنْتُ زَوْجِ الْبِنْتِ، وَلَا أُمُّهُ، وَلَا أُمُّ زَوْجَةِ الْأَبِ، وَلَا بِنْتُهَا، وَلَا أُمُّ زَوْجَةِ الِابْنِ، وَلَا بِنْتُهَا، وَلَا زَوْجَةُ الرَّبِيبِ وَلَا زَوْجَةُ الرَّابِّ

Artinya,
“Tidak haram (bagi seorang laki-laki untuk menikahi (1) putri dari suami ibunya, (2) ibu dari suami ibunya, (3) putri dari suami anak perempuannya, (4) ibu dari suami anak perempuannya, (5) ibu dari istri ayah, (6) putri dari istri ayah, (7) ibu dari istri anak, (8) putri dari istri anak, (9) istri dari anak tiri laki-lakinya, dan tidak pula (diharamkan untuk menikahi) (10) istri dari ayah tirinya. (Lihat An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, jilid VII, halaman 112).

Berdasar petikan di atas, kita dapat merinci siapa saja yang tidak menjadi mahram karena perkawinan yaitu: – putri dari ayah tiri atau saudara tiri;
– ibu dari ayah tiri;
– putri menantu atau cucu tiri;
– ibu dari menantu atau besan;
– ibu dari ibu tiri;
– putri dari ibu tiri atau saudara tiri;
– ibu dari menantu atau besan;
– putri dari menantu atau cucu tiri;
– istri anak tiri atau menantu tiri;
– istri lain dari ayah tiri (bukan ibu sendiri).

Maksud “tidak haram” di atas adalah tidak menjadi mahram sehingga tetap batal wudhu dengannya dan boleh menikah selama tidak ada penghalang, seperti status mahram mu’aqqat, masa iddah, dan sebagainya.

 

Tinggalkan Balasan