Oleh: Atjep Amri Wahyudi (46)
Seandainya “dianggap” sebagai suatu tontonan reality show, boleh jadi kasus pembunuhan Brigadir Joshua yang sekarang sedang berproses di pengadilan akan memperoleh rating yang tinggi.
Betapa tidak? Di acara sidang perdana yakni pembacaan tuntutan oleh Jaksa, acara disiarkan langsung oleh stasiun TV sampai jauh malam hari.
Dan itu masih berlangsung sampai hari ini dengan tersangka yang silih berganti.
Dalam essay ini penulis tidak bermaksud mengupas proses hukumnya, karena bagaimanapun itu domain para stake holders di lingkungan pengadilan.
Yang hendak penulis soroti adalah betapa kasus tewasnya seorang anak manusia karena ulah manusia yang lain sampai mampu menyedot perhatian yang sedemikian besar dari masyarakat.
Kalau penulis tidak salah memberi “penilaian”, maka perhatian masyarakat ke kasus pembunuhan Brigadir Joshua ini melebihi kasus Kanjuruhan. Padahal korban Kanjuruhan di atas 100 orang!
Ketika Brigadir Joshua terbunuh (8/7/2022) dan diumumkan ke publik tiga hari kemudian, tak lama kemudian tidak kurang dari 97 orang (baik aparat kepolisian maupun non polisi) terkena dampaknya, termasuk dua orang jenderal polisi.
Kasus tewasnya Brigadir Joshua ini (ada juga yang menyebutnya sebagai “kasus Sambo” mengacu kepada sang jenderal polisi terduga otak pembunuhan) yang menyeret hampir seratus orang mengingatkan kita kepada peristiwa pad abad 12 tepatnya di Kerajaan Singosari (sekarang wilayah Kabupaten Malang, Jawa Timur).
Alkisah ada seorang pria di daerah itu yang bernama Ken Arok. Ia dikenal sebagai seorang preman namun mempunyai ambisi yang tinggi dalam upaya memperbaiki kualitas kehidupannya.
Ia mempunyai seorang kawan yang bernama Kebo Ijo, yang mempunyai sifat kebalikan dari Ken Arok, yakni pemalas, suka mabuk dan berhalusinasi.
Suatu saat Ken Arok memesan sebilah keris kepada ahli pembuat keris bernama Gandring. Kalau sekarang mungkin disebut pande besi, kalau dulu disebut mpu.
Nah, karena jadwal rampung keris tidak sesuai dengan yang dijanjikan, Ken Arok murka.
Ditusuklah Mpu Gandring memakai keris tadi hingga tewas. Sebelum jiwanya lepas dari raga Mpu Gandring mengeluarkan kutukan yakni keris Ken Arok akan minta nyawa dari tujuh orang.