Sebab, tes ini hanya memperlihatkan kecerdasan dari segi kognitif. Sementara itu, kecerdasan tidak terbatas hanya soal logika saja, tetapi juga kreativitas, spiritual, empati, atau sosial. Hal-hal tersebut tidak bisa diukur dalam tes IQ.
Selain itu, sebuah studi membuktikan bahwa latar belakang peserta tes dapat memengaruhi hasil tes IQ. Orang-orang yang sering bermain gim komputer cenderung mendapatkan skor yang lebih tinggi pada tes penalaran dan memori jangka pendek. Sementara peserta tes yang memiliki masalah kecemasan memiliki hasil tes memori jangka pendek yang lebih rendah.
Ditambah lagi, kompleksitas otak manusia pada masa kini telah berevolusi. Persoalan dalam tes IQ yang dibuat pada dulu kala mungkin kini kurang relevan.
2. Skor IQ tidak mencerminkan siapa diri Anda sebenarnya
Ada orang-orang yang ber-IQ tinggi seperti Einstein, Stephen Hawking, hingga Terence Tao yang memang sukses dan dikenal dunia. Namun, skor IQ tinggi bukan jaminan bahwa seseorang pasti lebih cerdas, bahagia, waras, dan sejahtera.
Begitu pula sebaliknya, skor IQ rendah tidak berarti bahwa orang tersebut memiliki kecerdasan terbelakang, mental terganggu, atau tidak akan sukses secara finansial. Ada juga individu yang secara teori tergolong sebagai orang-orang cerdas tapi memiliki prestasi yang biasa saja.
Meski memiliki nilai 50 pada tes IQ dan dinyatakan tergolong sebagai orang berkebutuhan khusus (secara akademis), kenyataannya kemampuan mengemudi tetap bisa diperoleh orang-orang yang memiliki skor IQ antara 50-75.
Rata-rata orang dengan IQ rendah terbukti tetap bisa sukses di bidang pekerjaannya, bisa memiliki keturunan dengan IQ rata-rata atau lebih tinggi, dan bisa hidup sukses.
3. Semakin tinggi skor IQ, semakin tinggi risiko gangguan mental
Pernah menonton film A Beautiful Mind yang dibintangi Russell Crowe? Film ini adalah sebuah biografi yang menceritakan kehidupan John Nash, ahli matematika terkenal sekaligus peraih Nobel dalam bidang ekonomi yang mengidap skizofrenia.
David Foster Wallace, penulis terkenal dunia juga berjuang melawan depresi selama lebih dari 20 tahun sebelum akhinya bunuh diri pada tahun 2008. Kaitan antara skor tes IQ tinggi dengan risiko penyakit mental juga mencatut nama-nama seperti Abraham Lincoln, Isaac Newton, dan Ernest Hemingway.