Namun, pembeli yang mengenakan hijab hitam itu mengerti. Ia beritahu Gandis berapa uang kembalian yang mesti ia terima.
Gandis kecil memberikan pengakuan yang menohok. Jualan adalah inisitatifnya sendiri. Suatu keharusan agar tak tercerabut dari bangku sekolah.
“Inisiatif sendiri, buat biaya sekolah,” kata Gandis.
Ia menyebut sebelumnya sudah ada yang pernah jualan, tapi akhirnya ia mengambil posisi tersebut untuk membantu orangtuanya, dan terlebih untuk biaya sekolahnya.
Bercita-cita Menjadi Dokter
Gandis kecil bercita-cita menjadi dokter. Setiap sore jam empat, ia memulai berjualan di depan toko ritel yang tak jauh dengan rumahnya di Gang Al Huda, RT 03 RW 17 Desa Batujajar Timur, Kecamatan Batujajar.
“Sampai ba’da isya saya jualan di sini,” ungkapnya.
Bocah yang baru duduk di bangku kelas dua SD ini mendaku siswa SDN Sripidani Batujajar.
Setiap harinya, ia memperoleh keuntungan dari hasil jualan Rp100 ribu hingga Rp200 ribu.
Adzan isya telah bergema, suara takbir terdengar nyaring, mata ini berpisah dengan Gandis kecil.
Agaknya sajak Sapardi Djoko Damono, “Gadis Kecil”, memberikan gambaran atas keadaan keadaan Gandis yang terlalu belia dirundung cemas.
Ada gadis kecil diseberangkan gerimis
di tangan kanannya bergoyang payung
tangan kirinya mengibaskan tangis –
di pinggir padang, ada pohon dan seekor burung.
Menjelang pisah, Gandis tengah lekas bereskan dagangannya. Gandis yang bergegas kembali pulang ke rumah, kembali “ke pinggir padang” dan berbagi tangis dengan “seekor burung”. (Mg1)