Gaungkan Ziarah Kebangsaan, Cara PKS Kota Bogor Menysukuri Kemerdekaan Bangsa

Setelah dari Empang, rombongan bergerak berziarah ke makam Mama Falak Pegentongan. Setelah doa dan sholawatan, rombongan bersilaturahim ke dzurriyyah Mama Falak, yaitu KH Tb Agus Fauzan, yang juga pengasuh PP Al Falak, Pagentongan.

Mengakhiri perjalanan Ziarah Kebangsaan, rombongan menuju makam KH Abdullah bin Nuh, sesepuh Kota Bogor yang terkenal dengan kitab Ana Muslim Sunni Syafi’ie.

Dia menjelaskan, Putera Mama ABN, yaitu KH Mustofa Abdullah bin Nuh yang akrab dipanggil Kyai Toto yang berkenan membuka acara ziarah, juga memberikan wejangan kepada zairin untuk bisa menjadi pemersatu ummat, saling menghormati perbedaan, dan terus mendoakan para ulama melalui ziarah dan doa.

Sehabis ziarah, Atang merasa bersyukur atas kegiatan ziarah kebangsaan yang berlangsung dengan lancar dan banyak mendapatkan kisah keteladanan serta pelajaran dan nasihat-nasihat dari para tokoh yang ditemui.

“Alhamdulillah, Allah ijinkan kami untuk bisa berziarah ke makam para ulama besar Indonesia yang pernah dimiliki Bogor. Mendapatkan kisah serta pelajaran keteladanan dari perjuangan beliau-beliau. Sekaligus dapat bersilaturrahim dan mendapatkan nasihat dari para tokoh ulama keturunannya,” ucapnya.

Bendahara Umum PKS Kota Bogor Adityawarman Adil menegaskan, kegiatan itu dilaksanakan dengan harapan untuk bisa menjalankan pesan dan nasihat para ulama.

“Disana kami mendengar semua masukan, nasihat, saran serta harapan para ulama di kota Bogor kepada PKS. Apa yang menjadi kegelisahan ulama, beban-beban umat yang menjadi perhatian ulama, serta apa yang harus PKS perjuangkan di Kota Bogor ini agar semakin berkah dan maju masyarakatnya,” paparnya.

Sebelumnya, sambung dia, Ketua Majelis Syura PKS, Habib Salim Segaf al-Jufri baru-baru ini juga berziarah ke pemakaman Ma’la, sekitar 10 kilometer pusat kota Mekah.

Sekadar informasi, ada beberapa ulama Indonesia yang dimakamkan di Jannatul Ma’la antara lain adalah Syaikh Ahmad Khatib Sambasi (wafat 1875), Syaikh Nawawi Bantani (1897), Syaikh Junaid Betawi (akhir abad 19 M), Syaikh Abdul Haq Banten (1903) dan Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau (1916).

Kemudian, Syaikh Abdul Hamid Kudus (1916), Syaikh Mahfuzh Tremas (1920), Syaikh Mukhtarudin Bogor (1930), Syaikh Umar Sumbawa (1930-an), dan Syaikh Abdul Qadir Mandailing (1956), serta Ulama kontemporer yang belum terlalu lama wafat di kota Mekah adalah Syaikh Yasin Padang (1990) dan KH Maimoen Zubair (2019).*** (YUD)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan