JABAREKSPRES.COM – Partai Buruh dan organisasi Serikat Buruh menyatakan menolak adanya kenaikan harga BBM. Mereka mengancam akan menggelar demo secara besar-beasaran. Demo akan digelar di 33 Provinsi dengan melibatkan puluhan ribu buruh yang sudah menyatakan siap untuk demo.
Aksi ini akan digelar serentak pada tanggal 6 September mendatang, dengan diorganisir oleh Partai Buruh dan KSPI.
Beberapa daerah yang sudah menyatakan siap untuk demo diantaranya Bandung, Semarang, Surabaya, Jogjakarta.
Aksi juga akna terjadi di luar pulau jawa, yakni di Banda Aceh, Medan, Batam, Padang, PeKanbaru. Bengkuku, Lampung, Banjarmasin, Samarinda, dan Pontianak.
Selain itu juga di Makassar, Gorontalo. Sulawesi Utara, serta dilakukan di Ambon, Ternate, Mataram, Kupang, Manokwari, dan Jayapura.
“Jika aksi 6 September tidak didengar pemerintah dan DPR maka Partai Buruh dan KSPI akan mengorganisir aksi lanjut dengan mengusung isu tolak kenaikan harga BBM, tolak omnibus law, dan naikkan upah 2023 sebesar 10-13 persen,” ujar Said Iqbal, Sabtu (3/9).
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan harga Pertalite naik dari Rp 7.650 menjadi Rp 10 ribu per liter. Kemudian Solar subsidi naik dari Rp 5.150 jadi Rp 6.800 per liter, dan Pertamax juga ikut naik dari Rp 12.500 jadi Rp 14.500 per liter.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyampaikan ada beberapa alasan mengapa pihaknya menolak kenaikan tersebut.
Pertama, kenaikan BBM tersebut akan menurunkan daya beli yang sekarang ini sudah turun 30 persen, bahkan bisa mencapai 50 persen.
“Penyebab turunnya daya beli ialah peningkatan angka inflansi menjadi 6.5 – 8 persen sehingga harga kebutuhan pokok akan meroket,” ujarnya
Di sisi lain, upah buruh tidak naik dalam tiga tahun terakhir, bahkan Menteri Ketenagakerjaan sudah mengumumkan jika pemerintah akan menghitung kenaikan UMK 2023 kembali menggunakan PP 36/2021. “Dengan kata lain, diprediksi tahun depan upah buruh tidak akan naik lagi,” ungkapnya
Selanjutnya, alasan kedua buruh menolak kenaikan BBM karena dilakukan di tengah turunnya harga minyak dunia.
Artinya, terkesan sekali pemerintah hanya mencari untung di tengah kesulitan rakyat. Selain itu, terkait dengan bantuan subsidi upah sebesar Rp 150 ribu selama empat bulan kepada buruh hanya ‘gula-gula saja’ agar buruh tidak protes.