Karena itulah, diperlukan upaya untuk menjaga keberlangsungan ilmu pengetahuan, agar terus diingat dan tidak dilupakan, yaitu dengan cara mencatat atau menulis sebuah karya yang bermanfaat.
Menurut az-Zamakhsyari dalam Qawa’idnya, melestarikan ilmu dengan cara menulis hukumnya adalah fardlu kifayah bagi orang-orang yang diberi anugerah kemampuan memahami dan mengkaji.
Karena jika tradisi menulis ditinggalkan, maka ilmu pengetahuan tersebut akan diabaikan oleh manusia.
Salah satu motivasi Rasulullah terkait pentingnya menulis adalah sabda beliau sebagaimana diriwayatkan Imam Hakim dalam al-Mustadrak:
عن عبد الله بن عمرو بن العاص قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : قَيِّدُوْا الْعِلْمَ قلتُ : وَمَا تَقْيِيْدُهُ : قال : كِتَابَتُهُ
Dari Abdullah bin Amr bin Ash berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Ikatlah ilmu ini!” Aku kemudian bertanya, “Apakah pengikatnya?” Beliau menjawab, “Yaitu dengan cara menuliskannya”.
Semakna dengan hadis di atas, Imam Malik berkata dalam sebuah syair:
العلمُ صيدٌ والكتابةُ قَيْدُه * قَيِّدْ صُيودَك بالحِبَالِ المُوثِقَهْ
“Ilmu bagaikan binatang buruan, dan menulis adalah pengikatnya * Ikatlah binatang buruanmu dengan tali-tali yang kuat”.
Budaya menulis, ternyata telah dimulai sejak zaman para Nabi sebagaimana keterangan dari Rasulullah, orang yang pertama kali menulis ilmu pengetahuan setelah Nabi Adam, adalah Nabi Idris. Beliau diberi nama “Idris” karena beliau adalah Nabi yang yudarrisu al-kutub (mengajarkan al-kitab).
Nabi Nuh menuliskan diiwan (catatan) dalam bahtera beliau. Bahkkan Allah juga menuliskan Taurat untuk Nabi Musa, “dan telah Kami tuliskan untuk Musa pada luh-luh (Taurat) segala sesuatu sebagai pelajaran dan penjelasan bagi segala sesuatu…” (QS. Al-A’raf [07] : 145).
Penulisan mushaf al-Quran yang dilakukan pada masa Abu Bakar dan Utsman bin Affan, juga pembukuan hadis pada masa Umar bin Abdul Aziz juga merupakan salah satu upaya untuk mencatat ilmu pengetahuan.
Dalam banyak kesempatan, Rasulullah memberi izin kepada sahabat untuk melakukan penulisan hadis sebagaimana dikutip at-Turmudzi dalam Nawaadir al-Ushul:
Ibnu Abbas bercerita, suatu hari ada seorang lelaki datang kepada Rasulullah mengadukan kemampuan hafalannya yang buruk, Rasulullah kemudian bersabda, “Ista’in bi yamiinika (mintalah bantuan dengan tangan kananmu)”.
Abdullah bin Amr juga pernah bertanya kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah! Bolehkan aku menulis sesuatu yang aku dengar darimu?” Rasul menjawab, “Iya”.