BANDUNG – Masyarakat Kota Bandung dinilai sangat rentan terhadap politik identitas, hal tersebut diketahui berdasarkan dat dari hasil survei yang dilakukan Indonesian Politick Research and Consulting (IPRC).
IPRC menilai, dari hasil survei yang dilakukaannyaa, Masyarakat Kota Bandung akan melakukan pemilihan calon pemimpin (pemilu) dengn berdasarkan identitas, baik suku maupun agama.
Sehingga hal tersebut dinilai akan menyebabkan rentannya akan digunakan sebagai agenda politik identitas.
Menanggapi hasil survei IPRC tersebut, Komisioner Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kota Bandung, Ferddy mengaku bahwa pihaknya telah melakukan beberapa kegiatan untuk menurunkan politik indentitas di Kota Bandung
Bahkan Ferddy juga mengungkapkan, bahwa pihaknya juga telah melakukan kerjasama dengan beberapa komunitas kepemudaan untuk melakukan pengawasan terhadap politik identitas.
“Jadi kita ada kegiatan yang namanya sekolah kader pengawasan pemilu, nanti anak-anak muda kita rekrut untuk menjadi pengawas atau pemantau-pemantau (pemilu) di wilayahnya masing-masing,” katanya Sabtu (27/8).
Ferddy mengungkapkan, jika dilihat dari kacamata Bawaslu, Politik identitas ini dinilai sangat tidak baik. Bahkan hal tersebut juga telah sesuai dengan undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu dan peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU).
“Itu ada di pasal 280, jadi memang hanya ke pada yang menghina seperti suku, agama dan seterusnya. Jadi tidak ada aturan yang lain selain hanya hinaan saja,” ujarnya
Maka agar hak tersebut dapat diantisipasi, ia mengatakan pihaknya akan mendorong kepolisian untuk melakukan pengawasan terutama di media sosial.
“Kalau kita lihat nuansa politik di kota Bandung masih sangat landai dan tidak terlalu kencang.Tapi dengan adanya hasil survei tersebut (dari IPRC) itu akan menjadi bahan diskusi kami di internal,” pungkasnya. (San).