Kimberly Kusuma
Pagi Pak Dahlan, mungkin salah tata kelola itu juga disebabkan oleh karena budaya kita. Saya kasih contoh menyambung analogi ibu tiri dan pisang. Pada saat mau diputuskan orang lain yg potong pisang, sang Ibu marah karena tersinggung gak dipercaya. Atau salah satu anak menangis karena merasa Ibunya dilecehkan dan lain sebagainya. Akhirnya tetaplah terjadi sang Ibu yg potong pisangnya (supaya nggak gaduh, sesuai dengan budaya kita yg gak suka gaduh2)
EVMF
Pak Mirza, very interesting words “easy to be clever after happened” Barangkali ada benarnya apa yang pernah dikatakan oleh Sir Karl Raimund Popper (Austrian-British philosopher) dan sayang sekali sepertinya Pak Laksamana Sukardi tidak menyadari itu. “Whenever a theory appears to you as the only possible one, take this as a sign that you have neither understood the theory nor the problem which it was intended to solve.” (Karl Popper)
Mirza Mirwan
Saya tidak tahu, yang terjadi 20 tahun yang lalu itu termasuk “salah” yang mana. Ketika itu, tahun 2002, saat Laksamana Sukardi menjadi Menteri BUMN ada dua hal yang membuat banyak orang, termasuk saya, sewot dan mengumpat-umpat. Yang pertama, saham INDOSAT dijual ke Singapore Technologies Telemedia Pte Ltd yang sahamnya dikuasai oleh Temasek. Memang pemerintah masih menyisakan 9,6% sahamnya. Tetapi yang bikin sewot, ketika itu, INDOSAT ibarat angsa bertelur emas. Lha kok dijual. Ketika itu Indonesia hanya mendapat duit setara Rp5,6 triliun dari ST Telemedia. Tetapi 5 tahun kemudian, ketika ST Telemedia menjualnya ke Qatar Telecom QSQ, mereka memperoleh setara Rp16,7 triliun. Hayooo…itu termasuk salah yang mana? Hal kedua, penjualan hak esplorasi gas di lapangan Tangguh ke Tiongkok. Alasannya, ketika itu, harga gas dunia sedang turun. Itulah yang tergambar di benak saya tentang Laksamana Sukardi. Benar kata orang Barat, “easy to be clever after happened”. Setelah terjadi barulah Laks menjadi (merasa) pintar. Oh iya, Pak DI, Yudi Latif belum pernah menjadi menteri. Tetapi pernah menjadi Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pembinaan Ideologi Pancasila (UKP-PIP) yang kemudian menjadi BPIP. Itupun kemudian Yudi Latif mengundurkan diri. Seingat saya dari UKP-PIP hingga BPIP hanya setahun saja Yudi Latif menjadi pemimpinnya (Juni 2017-Juni 2018).