Bisa Dipidanakan, RKUHP Ancam Kebebasan Pers

BANDUNGAliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, kelompok advokasi, jaringan warga, seniman, pers mahasiswa dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung kompak memprotes Rancangan Undang-undang (RUU) Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKHUP).

Hal tersebut dilakukan massa aksi tepat di depan Gedung Sate, pada Sabtu (20/8) tadi. AJI Indonesia mengidentifikasi adanya 19 pasal yang bermasalah dalam RUU RKUHP versi 4 Juli 2022.

Ketua AJI Bandung, Tri Joko Her Riyadi menyebut, pada akhirnya aksi yang dilakukan sampai sore hari itu, yang bersamaan dengan hari lahir AJI Bandung beberapa waktu lalu, didasari keprihatinan bersama.

“Prihatin atas bergulir pembahasan dan rencana pengesahan RKUHP. Pengancsm serius dalam kebebasan pers,” ujar Tri seusai aksi protes di depan Gedung Sate, Sabtu (20/8).

Dia menuturkan, kajian itu berdasarkan hasil pengkajian hukum antara AJI Indonesia dengan ahli dari fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (UGM), Herlambang P. Wiratman terhadap RKUHP versi 4 Juli 2022.

Menurutnya, terdapat beberapa pasal yang mengancsm kebebasan pers. Dimulai dari pasal penghinaan presiden, pasal pengadilan, dan pencamaran nama baik penjabat.

“Bahwa kesembilan belas dalam RKUHP menempatkan pers dalam delik pidana. Itu ancaman paling besar. Karena pers mestinya tunduk pada uu pers,” tuturnya.

Lalu, saat pers tunduk ke aturan khusus dan istimewa tersebut, maka segala urusan pers merujuk secara spesifik soal produk karya jurnalistik, maka tidak bisa dipidanakan.

Akan tetapi dalam rancangan RKUHP, hal demikian bakal diubah. Artinya, kata Tri, produk pers apabila dimasukkan ke dalam delik pidana, maka kerja pers untuk mengawal demokrasi dan kinerja pemerintah, menjadi sangat rentan.

Dia menjelaskan, dampaknya akan sangat luas. Jurnalis bakal menjadi takut saat meliput. Lantaran dengan mudah dipidanakan. “Kita akan sangat mungkin terbatas dan juga yang paling berbahaya sebetulnya, kehilangan sikap kritis kita,” jelasnya.

Karena pada akhirnya jurnalis takut membuat reportase mendalam dan kritis bagi kepentingan masyarakat. Padahal, kata Tri, daya kritis itu salah satu bekal utama jurnalis. Lantaran bisa membuat liputan yang tajam dan reportase yang kuat.

Atas dasar itu, AJI Indonesia menyampaikan sikap, yakni:

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan