BOGOR – Adanya aspirasi mahasiswa dan tuntutan yang disoroti tiga aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) di Kota Bogor akhirnya ditindaklanjuti oleh DPRD Kota Bogor.
Tuntutan itu, bermuara pada Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dikritisi sejumlah elemen mahasiswa. Atas dasar itu, DPRD Kota Bogor secara resmi melayangkan surat ke Senayan atau DPR-RI dan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto menyampaikan, keputusan menyurati DPR-RI dan Kemenkumham diambil oleh DPRD Kota Bogor dalam rapat Badan Musyawarah (Banmus) dengan persetujuan seluruh pimpinan DPRD Kota Bogor dan anggota Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kota Bogor, Selasa (26/07) dan langsung dikirimkan pada Rabu (27/07).
“Alhamdulillah, tuntutan mahasiswa terkait RKUHP yang disampaikan ke DPRD Kota Bogor telah ditindaklanjuti,” katanya, Minggu (31/07).
Menurutnya, DPRD memiliki fungsi yang lebih luas dari sekadar pengawasan, penganggaran dan legislasi. Yakni mengawal suara rakyat disaat-saat kritis agar demokrasi bisa terus berjalan.
Ia juga menyampaikan terimakasihnya kepada seluruh anggota DPRD Kota Bogor yang terus berusaha menjaga marwah DPRD Kota Bogor sebagai lembaga yang siap menerima aspirasi dari semua pihak, termasuk diantaranya mahasiswa.
“Terimakasih kepada seluruh anggota yang tetap menjaga marwah lembaga kita yang siap menerima aspirasi dari semua pihak,” pungkas Atang.
Diketahui, tuntutan mahasiswa terkait penolakan RKUHP ini diterima oleh Ketua Komisi I DPRD Kota Bogor, Safrudin Bima. Selanjutnya, Safrudin menyampaikan surat aspirasi tersebut dalam rapat Badan Musyawarah.
Safrudin membacakan tuntutan dari tiga kelompok mahasiswa tersebut yang berisikan tentang penolakan dan permintaan kepada DPR-RI dan Presiden Republik Indonesia untuk membahas kembali RKUHP dengan keterbukaan dan transparansi.
“Jadi dari aliansi BEM se-Bogor menuntut presiden dan DPR-RI untuk membahas kembali pasal-pasal yang bermasalah dalam RKUHP. Terutama pasal-pasal yang berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara,” paparnya.
“Kedua, mendesak pemerintah untuk segera menghapus pasal-pasal yang bertentangan serta mengancam HAM dalam negara demokrasi,” imbuhnya. (YUD)