4 Petinggi ACT Resmi jadi Tersangka, Bareskrim Keluarkan Surat Pencekalan Agar Tak Kabur ke Luar Negeri

JABAREKSPRES.COM – Proses hukum dari kasus penggelapan dana Aksi Cepat Tanggap (ACT) kini telah memiliki tersangka. 4 orang yang dinyatakan sebagai tersangka merupakan pengurus dan petinggi ACT. Keempat tersangka kasus ACT kini dikenakan pencekalan ke luar negeri.

Surat pencekalan dikeluarkan langsung oleh Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri dengan nomer B/5050/VII/RES.1.24./2022/_Dittipideksus tanggal 26 Juli 2022.

Pencekalan dilakukan untuk mencegah empat pengurus melarikan diri ke luar negeri. Pasalnya keempatnya masih harus menjalami penyelidikan, karena sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara dugaan penggelapan dana donasi masyarakat.

“Bareskrim Polri meminta bantuan kepada Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM untuk melakukan pencekalan atau pencegahan ke luar negeri empat tersangka atas nama (inisial) A, IK, NIA dan HH,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Nurul Azizah kepada wartawan, Kamis, 28 Juli 2022.

Ia mengatakan, hal itu dilakukan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut serta dikhawatirkan para tersangka akan melarikan diri ke luar negeri.

“Bahwa untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut serta dikhawatirkan akan melarikan diri ke luar negeri maka dalam hal ini Bareskrim Polri meminta bantuan kepada Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM,” ujarnya.

Dalam kasus ini, penyidik menetapkan Pendiri dan mantan Presiden ACT Ahyudin (A) sebagai tersangka, bersama Ibnu Khajar (IK) yang juga menjabat Presiden ACT aktif.

Kedua tersangka lainnya, Hariyana Hermain (HH) yang merupakan salah satu pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan. Dan Novariandi Imam Akbari (NIA), selaku Ketua Dewan Pembina ACT.

Keempat tersangka diduga melakukan tindak pidana penggelapan dan atau penggelapan dalam jabatan dan atau tindak pidana informasi dan transaksi elektronik dan atau tindak pidana yayasan dan atau tindak pidana pencucian uang.

Adapun penggelapan dalam jabatan yang dilakukan terhadap sisa dana CSR dari Boeing untuk ahli waris korban kecelakaan pesawat Lion Air JT-610 senilai Rp34 miliar.

Uang sisa dana Boeing digunakan untuk keperluan yang tidak sesuai dengan peruntukannya, yaitu pengadaan armada truk, kurang lebih Rp2 miliar, untuk program big food bus Rp2,8 miliar, kemudian pembangunan pesantren peradaban Tasikmalaya Rp8,7 miliar.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan