Gerakan Literasi di TBM Saung Diajar Kreatif 09

JabarEkspres.com, BANDUNG – Taman Baca Masyarakat (TBM) Saung Diajar Kreatif 09, yang terletak di Margasuka, Kec. Babakan Ciparay hampir selalu ada aktivitas. Selain berjajar amat banyak buku yang menghiasi rak, para pengunjung pun begitu adanya, ramai.

Pendiri TBM Saung Diajar Kreatif 09, Deni Hermawan mengungkapkan, pihaknya bahkan menyediakan sejumlah alat permainan dan tempat yang nyaman bagi pengunjung.

Menurutnya, tidak hanya orang dewasa. Apalagi seorang anak, tentu, sangat mudah merasa bosan saat membaca.

“Titik jenuhnya banyak banget. Di sini lalu selain alat permainan, ada juga alat-alat edukasi,” ungkapnya kepada wartawan Jabar Ekspres, Rabu (20/7).

Dia mempersilakan, siapapun untuk bermain di TBM yang didirikannya tersebut. Tidak ada paksaan untuk selalu membaca. Bebas.

Hal itu pula yang menjadikan TBM Saung Diajar Kreatif 09, bergerak menaburkan semangat literasi. “Jadi silakan, enggak baca buku juga tidak apa-apa.”

“Karena, kan, adakalanya mereka bakal butuh juga dengan taman baca, tapi yang penting, sudah kami fasilitasi,” tambahnya.

Herman menjelaskan, tekad mereka saat ini sekadar menghadirkan tempat masyarakat berliterasi. Selanjutnya, ramai atau sepi, diminati atau ditinggal pergi. Dia bakal terus optimis.

Lantaran, ia mengaku, apabila semenjak awal pembentukan saja sudah berpikiran pesimis, mungkin TBM Saung Diajar Kreatif 09 tidak akan pernah eksis.

“Karena kalau dibikin pesimis, malah bakal beneran jadi pesimis. Yang penting kami memfasilitasi mereka,” ucapnya.

Dia bercerita, TBM yang didirikan semulanya adalah komunitas. Bernama Komunitas Kreatif 09 yang lahir pada tahun 2012. Lalu seiring waktu berjalan, dia putuskan untuk membuat sebuah TBM.

“Dahulu namanya taman bacaan kreatif 09. Itupun saya tidak tahu kalau taman baca ada forumnya,” ceritanya.

Bermodalkan delapan buah buku. Taman baca yang baru lahir itu baru bisa buka di lapak. Belum memiliki tempat atau ruang yang menaungi. “Melapak saja begitu, di tempat outdoor.”

Lalu dari buku yang tidak lebih dari sepuluh itu, kata Hermawan, kian hari kian bertambah. Semua berasal dari para pendonasi, relawan, dan pegiat-pegiat literasi kota lain.

“Saya pun mendapat satu koldolak buku. Dari seorang kepala sekolah, tempat dulu saya sekolah dasar. Isinya buku pelajaran, tapi tak apa. Selanjutnya menyusul ada buku-buku sumbangan warga,” katanya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan