adi ya adi
Dalam dunia investigasi jurnalistik utk kasus dalm negeri, abah dahlan mirip kochi Justin laksana sbg pundit sepakbola, seru, detail, ceplas ceplos, banyak benarnya, ga sungkan-sungkan membodoh2kan pelatih dan pemain tapi khusus utk komen klub bola luar negeri….. Klo klub/liga Indonesia kicep, ga brani komentari…. Takut d gruduk bonek, the jak, Bobotoh dll wkkkkkkk…
Agus Suryono
BISIK-BISIK KERAS.. Artinya, sama dengan: Teriak-teriak.., tapi pelan..
Muin TV
Sebulan yang lalu, ada seorang Kolonel TNI yang divonis penjara seumur hidup dan dipecat dari dinas TNI. Karena terbukti membunuh sepasang remaja. Nah,bagaimana dengan akhir sandiwara ini? Apakah akan ada yang dihukum seumur hidup dan dipecat dari Polri? Kita tunggu saja….
arif priyono
Tulisan abah sangat dangkal
Sistop Tanjung
Minimal ketidakjelasan kasus dor-doran masih belum jelas sampai wartawan yang tidak jelas menulis berita-berita tidak jelas yang bersumber dari ketidakjelasan. mudah2an rasa was-was dan kesedihan keluarga korban tidak semakin tidak jelas dan semoga ketidakjelasan yang ada bisa dinonaktifkan
Jimmy Marta
Satu bukti penting yg terlupa. Dalam konpers tentang peristiwa duren tiga pihak polri tidak menunjukkan foto bukti tembak2an. Bukankah disebut si ajudan brigpol J melepaskan 7 peluru..! Semuanya meleset dari target..! Artinya peluru nyasar sekitaran rumah. Karena tembak2an di dalam rumah. Pasti ada dinding, pintu, kaca atau apa saja yg bekas peluru. Dari semua berita yg ada, tak satupun yg mau menyelidiki atau akan mencari bukti bekas tembakan yg meleset ini. Logika nya, harusnya ini jadi point penting penyelidikan. Atau ini tidak penting..? Lupakan… anda terlalu polos..!
Jimmy Marta
Terserah yg lapor mau kapan melapor. Yg melapor datang atau polisi nya mendatangi itu urusan lain. Jika wartawan tidak mengetahui lapor melapor ini bisa dipahami. Karena anda tahu siapa yg melapor siapa yg menerima laporan. Sekian laporan..
Pryadi Satriana
Menurut Ramadhan, “kronologi tembak-menembak” diawali adanya “pelecehan”, “korban berteriak”, “J panik & ke luar kamar”, “ditegur E”, “J menembak duluan”, “terjadi tembak-menembak yg menewaskan J – yg pernah bertugas sbg ‘sniper’ selama 3 tahun tapi tidak ada tembakannya yg mengenai E.” Itu tentu pengakuan sepihak. Opini. Bisa dikategorikan fakta jika ada bukti pendukung, mis. rekaman CCTV. Faktanya, menurut Ketua RT setempat, justru decoder CCTV diganti sehari setelah kejadian. Faktanya, “WA keluarga korban (J) diblokir J”. Ini aneh. Siapa yg menguasai HP-nya setelah J tewas? HP keluarga korban juga diretas. “Fakta-fakta itu” nggak nyambung/sinkron dg “laporan Putri” sehari setelah kejadian. Yg jelas, fakta tak terbantahkan, J tewas. Mulai saja dg “E sebagai tersangka pembunuhan” dan “Putri sebagai saksi korban”. Nantinya, bukti-bukti yg ada – baik dari Tim Pencari Fakta maupun dari keluarga korban – akan membimbing untuk menguakkan kebenaran. Penon-aktifan Kadiv Propam Polri sudah awal yg baik utk mengungkap kebenaran. Kebenaran harus ditegakkan walaupun besok langit akan runtuh. “Kebenaran akan menemukan jalannya.” Aamiin.