“Kita sekarang sedang dalam kondisi berbenah, bergerak secara bertahap dalam roda perekonomian setelah kemarin (terhenti) akibat Covid-19 (melonjak),” tutur Cecep.
“Desa ini harus jadi salah satu sudut tempat warga untuk membaca, meningkatkan keilmuan. Sekarang buku ini bukan bersifat konfesional, tapi e-book,” lanjutnya.
Kemajuan zaman di era digital saat ini, menurut Cecep harus diperhatikan oleh pemangku kebijakan dalam upaya meningkatkan keilmuan warga melalui fasilitas literasi.
“Di desa ini sekarang sudah menyediakan WiFi untuk akses internet warga, maka sangat ideal jika fasilitas literasi disediakan WiFi untuk mengakses e-book melalui situs perpustakaan nasional,” katanya.
Melalui pengamatannya, Cecep menyampaikan, di era digitalisasi ini minat baca masyatakat tergolong menurun, sebab banyak warga dalam penggunaan gawai minim mengakses bacaan keilmuan.
“Literasi masyarakat turun karena membaca hanya separuh-separuh. Maka perlu adanya sosialisasi dan edukasi agar minat baca masyarakat bisa meningkat,” ujar Cecep.
Dalam pemaparannya, Cecep berpesan, penerapan fasilitas literasi baik di desa maupun sekolah, perlu mengutamakan kenyamanan dan kelengkapan buku bacaan yang bervariatif.
Cecep menambahkan, hal itu bertujuan untuk menjadi daya tarik masyarakat supaya berkunjung ke perpustakaan lebih lama.
“Perpustakaan di desa atau sekolah harus menerapkan inovasi-inovasi, mulai dari tempatnya kemudian adanya akses internet. Tapi di sini WiFi tersedia untuk mengakses keilmuan bukan untuk akses hal yang kurang bermanfaat atau negatif,” pungkasnya.
“Membaca itu adalah kunci untuk mentransfer ilmu dari buku kepada masyarakat. Sehingga budaya mebaca harus bisa kita bangun dan lestarikan kepada penerus selanjutnya,” tutup Cecep.*** (Bas)