Persoalan lain yang juga berpotensi muncul adalah benturan dengan budaya. Harus diakui pemberian nama di Indonesia sangat erat kaitannya dengan budaya. Di Jawa, misalnya, ada tradisi kelompok tertentu yang terbiasa memberikan nama dengan satu kata saja.
Di sisi lain, ada juga daerah yang memiliki tradisi memberi nama dengan ejaan yang panjang. ”Apakah itu sudah dipertimbangkan pemerintah?” tuturnya.
Karena konsekuensi atas pelanggaran tersebut cukup serius, yakni tidak diterbitkannya dokumen kependudukan, Lina mengimbau agar sosialisasi dimasifkan. Khususnya di daerah-daerah pelosok yang tidak cukup terjangkau informasi. Pengetahuan publik atas sebuah kebijakan, lanjut Lina, sangat penting. Dengan begitu, hak dasar masyarakat bisa terlindungi.
Aturan baru soal pencatatan nama dalam dokumen kependudukan tersebut sudah berlaku di daerah. Salah satunya di Madiun.
”Sudah berlaku di Kota Madiun. Aturan itu resmi diundangkan akhir April, tapi salinannya baru turun beberapa hari lalu,” kata Kabid Pelayanan Pendaftaran Penduduk Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Madiun Poedjo Soeprantio sebagaimana dilansir Radar Madiun kemarin (23/5).
Poedjo menjelaskan, aturan yang tercantum dalam Permendagri 73/2022 tersebut berlaku bagi pemohon dokumen kependudukan baru. Artinya, pencatatan nama pada dokumen yang dilaksanakan sebelum permendagri tersebut turun tetap berlaku.
”Aturan ini bukan tanpa alasan. Selain untuk akurasi data, juga memudahkan masyarakat memperoleh hak konstitusional sebagai warga negara,” imbuhnya.
Selain batas kata atau huruf, lanjut dia, nama penduduk harus mudah dibaca, tidak memiliki makna negatif, serta tidak multitafsir.
”Kalau tidak sesuai aturan, terpaksa tidak dapat kami layani. Itu sudah ketentuan pemerintah pusat,” tegasnya.
Dia menambahkan, pencatatan nama pada dokumen kependudukan dilarang menggunakan angka dan tanda baca. Selain itu, tidak diperbolehkan mencantumkan gelar pendidikan dan keagamaan pada akta pencatatan sipil.
Poedjo mengatakan, dokumen kependudukan yang dimaksud dalam aturan itu meliputi e-KTP, kartu keluarga, kartu identitas anak, dan akta pencatatan sipil. ”Jadi, jika ada bayi baru lahir, pemberian nama harus sesuai ketentuan yang berlaku. Jika tidak, tak bisa kami lakukan pencatatan dan penerbitan,” tuturnya.