BANDUNG – Paguyuban Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Jawa Barat (Jabar) menyesalkan terkait diterbitkannya Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup Kehutanan (LHK) 287 tentang Kawasan Hutan Dengan Pengelolaan Khusus (KHDPK).
Diketahui, Kepmen LHK berdasarkan SK No. 287/MENLHK/SETJEN/PLA.2/4/2022 tertanggal 5 April 2023 mengambil alih lahan hutan negara 1 juta hektar yang dikelola Perhutani Jawa Barat. Pengambilan alih lahan hutan tersebut menimbulkan persoalan di karyawan perhutani dan masyarakat desa hutan di pulau jawa.
“Sangat memprihatinkanan, karena jauh dari konsep kehutanan, lebih cenderung memberi ruang kepada reforma agraria,” ungkap Ketua LMDH Jabar, Nace Permana kepada wartawan Jabar Ekspres seusai kegiatan diskusi LMDH Jabar terkait SK tersebut di Alam Santosa, Pasir Impun, Kabupaten Bandung, Kamis (12/5).
“Bahwa program KHDPK itu cenderung diperuntukkan untuk permukiman dan reforma agraria, serta bisnis dan segala macam. Artinya sangat jauh dan menyimpang dari konsep-konsep konservasi,” tandasnya.
Berdasarkan UU 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang Wilayah, lanjut Nace, bahwa suatu daerah itu harus memiliki ruang terbuka hijau (RTH) 30 persen. Namun dengan adanya konsep KHDPK tersebut tidak akan mungkin tercapai konsep RTH.
“Nah, SK UU 287 (KHDPK) ini sangat bertentangan, karena lahan yang diambil untuk KHDPK ini adalah lahan yang dikelola Perum Perhutani. Ini sangat lucu, kami menilainya. Karena Perhutani memegang amanat pengelolaan hutan bukan melalui SK Menteri, tapi melalui PP (peraturan pemerintah) yang ditandatangani oleh presiden. Derajat hukumnya lebih tinggi daripada SK Menteri,” katanya.
“Yang lucu hari ini, Ibu Menteri mengambil alih lahan perhutani untuk lahan KHDPK, sementara Perhutani sendiri berpayung hukumnya pada PP. Masa SK Menteri bisa mengalahkan PP?” tanyanya.
Belum selesai dengan terbitnya SK tersebut yang sangat bertentangan atas berbagai macam aspek. Baik dari aspek legalitas, hukum, maupun aspek sosial dan ekonomi. Ia mengungkapkan, tambah diperparah lagi dengan konflik yang sudah terjadi.
“Seperti di Cibaliung, ada mobilisasi masa dari kelompok reforma agraria yang berusaha mengambil lahan milik Perhutani. Bahkan ada gesekan antara masyarakat dengan masyarakat,” ungkapnya.
Jadi hari ini, kata Nace, LMHD Jawa Barat didukung tokoh-tokoh Jabar, bahkan tokoh rimbawan dari luar Jawa Barat, merumuskan bagaimana melakukan langkah-langkah strategis untuk menyikapi diterbitkannya Permen.