Lalu, menyerang orang lain secara acak tanpa motif yang jelas.
Sementara istilah nglitih digunakan untuk menggambarkan kegiatan jalan-jalan santai.
Akan tetapi, maknanya kemudian mengalami pergeseran (peyorasi) menjadi aksi kekerasan dengan senjata tajam atau kegiatan kriminalitas anak di bawah umur di luar kelaziman.
Dimulai dari keributan satu remaja berbeda sekolah dengan remaja yang lain kemudian berlanjut dengan melibatkan komunitas masing-masing.
Aksi saling membalas terus terjadi dan menjadi bagian dari budaya urban. Motif klitih bisa sangat beragam dan korban mereka adalah orang yang ditemui secara acak dijalan terkadang juga dipicu oleh permusuhan antar geng.
Pada awalnya, klitih hanyalah berupa kegiatan perundungan antar geng sekolah yang terjadi di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya.
Namun, semakin lama istilah ini berkembang menjadi kegiatan perampokan yang dilakukan sekelompok geng (premanisme) yang targetnya berkembang dari geng musuh menjadi masyarakat awam.
Yang paling umum, aksi kriminalitas itu dilakukan di tempat sepi dan terjadi pada malam hari.***