Sejarah Jalan Nana Rohana dan Holis Kota Bandung

Sejarah Jalan Holis – Bagi sebagian besar orang yang tinggal di daerah Cijerah dan Cigondewah, Kota Bandung, pasti sesekali pernah melewati Jalan Nana Rohana dan jalan Holis. Dua buah jalan yang sangat strategis yang menghubungkan antara utara dan selatan di antara dua jalan besar yakni jalan By Pass dan jalan Sudirman. Namun tahukah anda siapa itu Nana Rohana dan Holis?

Sejarah Jalan Holis – Kita harus kembali menggunakan mesin waktu ke tahun 1943, saat itu negeri kita sedang dikuasai oleh tentara Jepang atau dijajah Jepang. Pada bulan Oktober 1943 kaum muslimin berkumpul dalam sebuah pertemuan Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia), pimpinan Muhammadiyah memberikan sebuah usul pembentukan sebuah organisasi semi militer yakni Hizbulloh, dan kemudian ide ini sangat disetujui oleh 10 tokoh Islam pada saat itu yakni K.H. (Kyai Haji) Mas Mansur, K.H. Adnan, Dr. H. Abdul Karim Amrullah, H. Mansur, H. Cholid, K.H. Abdul Majid, H. Yacob, K.H. Djunaedi, U. Mochtar, dan H. Moh Sadri.

Melalui Syarekat Islam (SI) rencana pendirian Hizbulloh ini diusulkan kepada Pemerintah Militer Jepang yang kemudian pada tahun 1944 diamini oleh Khumakhici. Pemerintah Militer Jepang mengijinkan pembentukan Hizbulloh dengan tujuan sebagai penyedia tenaga bagi tentara PETA yang sedianya membantu tentara Jepang. Setelah resmi berdiri, Hizbulloh berada dibawah naungan partai Masyumi. Hizbulloh sendiri bertugas dalam hal kemiliteran dan keagamaan.

Pascaberdirinya Hizbulloh pada tanggal 18 Februari 1945, telah merekrut 500 pemuda dari berbagai karesidenan di Pulau Jawa dan Madura. Sebagian besar pemuda tersebut berusia antara 15 – 20 tahunan yang berasal dari para pelajar di berbagai madrasah dan pesantren. Melalui persyaratan sehat fisiknya, belum menikah, dan mendapat ijin orang tua. Kemudian mereka mendapatkan pemusatan latihan di daerah Cibarusah dekat Bekasi.

Sejarah Jalan Holis – Mereka mendapat pelatihan kemampuan militer dari pelatih Jepang yang bernama Kapten Yanagawa, yang dibantu oleh 20 orang Chudanco. Sedangkan pendidikan agama dan pengetahuan umum diperoleh dari para Kyai dan para ulama di Jawa. Pada saat Hizbullah masih menjalani proses pendidikan, Jepang kemudian menyerah tanpa syarat kepada sekutu dan Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Oleh karena itu hanya terdapat sekitar 500 pejuang Hizbulloh yang benar-benar terlatih dan cakap dalam hal kemampuan militer.

Tinggalkan Balasan