Menyoal Laporan Balik Luhut ke Fatia dan Haris, Direktur Amnesty International Indonesia Nilai Negara Kurang Terbuka Tanggapi Kritik

JAKARTA – Laporan balik yang dilakukan Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan terhadap Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan Direktur Lokataru Haris Azhar kini sudah masuk tahap pemeriksaan, bahkan dua tokoh tersebut kini menyandang status sebagai tersangka.

Keduanya telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Menko Luhut. Menanggapi hal tersebut Direktur Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid mengatakan hal ini membuktikan bahwa negara kurang terbuka dalam menanggapi kritik.

Pasalnya, menurutnya, apa yang disampaikan Fatia dan Haris dalam laporan pelanggaran hak asasi manusia di Papua merupakan riset dan kajian organisasi masyarakat sipil. Bukan serta merta, namun pasti memiliki data dan faktanya.

“Penetapan tersangka itu malah memperlihatkan kurangnya keterbukaan negara dalam menanggapi kritik,” kata Usman dilansir dari JPNN.com, Sabtu (19/3).

Usman menilai yang dilakukan Fatia dan Haris dalam diskusi di Youtube tidak bisa dipidanakan.

Alasannya, diskusi itu merujuk pada riset dari laporan gabungan organisasi masyarakat sipil yang melakukan kajian terhadap faktor-faktor yang memicu pelanggaran hak asasi manusia di Papua.

“Itu adalah sesuatu yang sah dan tidak boleh dipidanakan,” kata Usman. Sebelumnya, Polda Metro Jaya membenarkan penetapan tersangka terhadap Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar.

Rencananya, Haris dan Fatia menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka pada Senin (21/3).

“Sudah menjadi tersangka, ” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Endra Zupan, Sabtu (19/3).

Sebelumnya, Luhut Binsar melaporkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti lantaran beredarnya video berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya” laporan tersebut ber nomor laporan polisi: STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA tertanggal 22 September 2021.

Video yang diunggah melalui akun Haris Azhar di YouTube tersebut membahas laporan sejumlah organisasi, termasuk KontraS tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI di balik tambang emas atau rencana eksploitasi wilayah Intan Jaya, Papua. (jpnn/rit)

 

Tinggalkan Balasan