IPRC Ungkap Tiga Skenario Dalam Pencairan JHT saat Usia 56 Tahun

“SUN yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah instrumen investasi yang banyak diminati oleh investor, sehingga pemerintah tidak perlu mengandalkan pembelian SUN dari BPJS Ketenagakerjaan. Artinya dikeluarkannya Permenaker 2 Tahun 2022 dipastikan bukan karena adanya kebutuhan pemerintah terhadap sumber dana,” tukas Leo.

Sedangkan skenario ketiga adalah sinkronisasi regulasi jaminan sosial ketenagakerjaan, yakni Pasal 35 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, PP No 46/2015 dan PP 60/2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua BAB IV Pasal 22 (JHT dibayarkan di usia 56 tahun).

Permenaker 19/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua BAB II Pasal 3,4,5 (dapat dibayarkan dengan masa tunggu 1 bulan), Permenaker 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua BAB II Pasal 5 (Pembayaran dilakukan pada usia 56 tahun)

“PP Nomor 2 Tahun 2022 sebagai upaya mensinkronisasi regulasi tentang jaminan sosial ketenagakerjaan yang sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2004, Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2015, dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2015,” urai Leo.

Pihaknya menilai, pemerintah kurang sensitif terhadap persoalan tenaga kerja saat ini. Terlebih, ada ribuan tenaga kerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sangat mengharapkan dana JHT dapat digunakan ditengah-tengah kesulitan ekonomi mereka. Alih-alih menambah stimulus ekonomi, pemerintah justru menunda hak tenaga kerja untuk mendapatkan dana JHT.

“Dalam situasi sekarang ini pemerintah harusnya bersikap sebaliknya dengan memberi kemudahan para pekerja untuk menerima manfaat JHT saat ini,” ucap Leo.

Niat baik pemerintah untuk mensinkronisasi regulasi jaminan sosial ketenagakerjaan menjadi kontra produktif dengan realitas dimana ribuan tenaga kerja terkena PHK dan membutuhkan dana untuk memulai kehidupan baru.

Upaya pemerintah mengeluarkan PP 37/2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan dan Permenaker 15/2021 tentang Tata Cara Pemberian Manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan adalah sebuah terobosan baik.

“Namun boleh jadi ini digunakan oleh pemerintah sebagai kompensasi atas pemberlakuan Permenaker 2/2022,” imbuh Leo.

Di kesempatan sama, peneliti senior IPRC, Feri Kurniawan memandang Feri Kurniawan BPJS Ketenagakerjaan tidak tengah dalam kondisi kekurangan dana. Hal itu ditinjau dari data yang diperoleh pihaknya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan