Karena letaknya yang strategis, para pengusaha perkebunan menjadikan Cirebon sebagai basis gudang, kantor dagang, dan pabrik.
Tidak ketinggalan sekelompok pengusaha Belanda ikut mencoba peruntungan dalam urusan jasa angkutan gula melalui perusahaan kereta api swasta Semarang-Cheribon Stoomtram Maatschappij (SCS).
Pada 1897 sampai 1899 mereka membangun jalan trem dari Semarang menuju Cirebon berdasarkan konsesi yang diperoleh sejak 1893.
Rute tersebut melalui beberapa pabrik gula di sepanjang Cirebon-Semarang, seperti pabrik gula Soerawinangoeng, Gempol, Paroeng Djaya, Djatiwangie, dan Kadipaten.
Dari sana gula diangkut menuju pelabuhan Muara Jati di Cirebon, melewati gudang-gudang SCS yang ada di area Stasiun Cheribon SCS (Prujakan lama).
Dari pelabuhan, gula diekspor ke luar negeri atau ke wilayah lain di Hindia Belanda. Stasiun Cheribon SCS dibangun pada 1897.
Dalam rangka mengantisipasi jumlah orderan yang terus meningkat setiap tahun, direksi SCS mulai mempertimbangkan perluasan stasiun untuk memisahkan pelayanan penumpang dan barang.
Apalagi ketika eksploitasi perusahaan kereta api negara Staatspoorwegen (SS) sudah menjangkau Cirebon pada 1911, para direksi juga harus memikirkan kenyamanan penumpang.
Stasiun Cirebon Prujakan Lama tahun 1897.
Pilihannya adalah membuat stasiun baru yang lebih luas. Letaknya di sebelah barat stasiun lama.
Oleh karena itu penamaan stasiun yang dibangun pada 1914 ini semasa zaman kolonialnya adalah Cheribon West.
SS sebagai saingan baru SCS di Cirebon ternyata memiliki kecepatan kereta api lebih tinggi karena status jalannya sudah jalur kereta api.
Sedangkan jalur Cirebon-Semarang milik SCS masih berupa jalur trem yang kecepatan sarananya terbatas.
Oleh karena itu sepanjang 1912-1921 jalan trem SCS tersebut diubah menjadi jalan kereta api. Untuk mempersingkat waktu perjalanan, pada 1915 salah satu petak lintas antara Prujakan lama dengan Losari yang sebelumnya memutar ke selatan (melewati pabrik-pabrik gula), dibuat jalur pintas baru.
SCS juga mengurangi jarah tempuh dari total 245 km menjadi 222 km. Sejak 2011 beberapa gudang di area stasiun Prujakan yang masih tersisa dimanfaatkan untuk menyimpan hasil produksi semen Holcim atas kerjasama antara PT. Holcim Indonesia Tbk dengan PT. KAI (persero).