Insiden Desa Wadas, Komnas HAM Sebut Orang Dewasa Hingga Anak Alami Trauma

JAKARTA – Insiden yang terjadi di Desa Wadas pada Selasa (8/2) membuat banyak warga dewasa maupun anak-anak mengalami trauma. Hal tersebut diungkapkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).

“Banyak warga (Desa Wadas) dewasa dan anak mengalami trauma,” ujar Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, Senin (14/2).

Komnas HAM menyatakan hal tersebut setelah melakukan peninjauan langsung ke Desa Wadas. Pihaknya juga menemukan fakta adanya kekerasan yang dilakukan aparat kepolisian dalam pengamanan pengukuran lahan warga yang sudah setuju.

Beka menyebutkan beberapa warga Desa Wadas ada yang belum pulang ke rumahnya masing-masing karena khawatir, insiden serupa akan terulang lagi.

“Mendapati informasi beberapa warga belum pulang ke rumah masing-masing karena masih merasa ketakutan,” kata Beka.

Peristiwa tersebut juga mengakibatkan kerenggangan hubungan sosial masarakat. Hal ini dialami antara masyarakat yang setuju dan menolak adanya pembangunan Bendungan Bener.

“Mendapati fakta terjadi kerenggangan hubungan sosial kemasyarakatan antar warga yang setuju dan menolak penambangan batuan andesit,” ungkap Beka.

Saat ini, aparat TNI-Polri serta Pemerintah Desa setempat terus berupaya menciptakan situasi kondusif di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Hal itu mengingat masih terjadinya konflik akibat penolakan tambang andesit untuk pembangunan Waduk Bener.

Aparat gabungan TNI-Polri pada Minggu (12/2) kemarin, juga menyambangi langsung warga termasuk kepada sejumlah tokoh agama.

“Kegiatan dipimpin Kapolsek dan Danramil, didukung personil dari Polres, Polsek dan Koramil Kecamatan Bener,” kata Kabidhumas Polda Jawa Tengah Kombes Pol M Iqbal Alqudusy.

Konselor Polres Purworejo memberikan pelatihan psikoedukasi kepada warga dalam kegiatan tersebut. Pelatihan ini ditujukan agar warga senantiasa termotivasi untuk berkarya dan berpikir positif dalam kehidupan sehari-hari.

“Pelatihan ini juga bermanfaat agar warga berpikir terbuka dan mau menerima perbedaan yang ada di lingkungannya. Karena bagaimanapun perbedaan itu sesuatu yang lumrah dalam hidup bermasyarakat,” pungkasnya. (jawapos/ran)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan