Setelah Soekarno tumbang, PSII yang secara politis berpengaruh besar, oleh Soeharto tetap diperbolehkan hidup kembali.
Bahkan PSII termasuk salah satu partai yang turut serta dalam Pemilu tahun 1971. Pada pemilihan ini, PSII berada di urutan 5 dengan perolehan suara sebanyak 1.308.237 (2,39%) dan mendapatkan 10 kursi dari 360 kursi.
Pada tahun 1973, partai ini bergabung dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP), karena pemerintah menginginkan partai politik yang ada dapat dikurangi menjadi tiga. Partai yang berbasiskan pada Islam, (PSII, Partai Nahdlatul Ulama, Partai Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Parmusi) berfusi menjadi PPP. Saat PSII diminta untuk berfusi, pimpinan partai hasil Majelis Tahkim ke 33 di Majalaya dibawah kepemimpinan M. CH. Ibrahim menolaknya.
Sikap keras inilah yang kemudian dilihat pemerintah sebagai ”penentangan” dan menyulut aksi “kudeta” oleh “Tim Penyelamat PSII” yang dilakukan MA. Gani, Thayeb Gobel dan kawan-kawan.
Buntut dari konflik internal PSII berujung pada perpecahan partai (kubu Matraman dan Kubu Latumenten), maka pemerintah berpihak kepada faksi moderat dibawah kepemimpinan Anwar Tjokroaminoto dengan mengakuinya sebagai pimpinan legal PSII.
Reformasi tahun 1998, sebagai momentum membangkitkan kembali PSII. Kaum Syarikat Islam kemudian mendirikan dua partai yang membawa nama Syarikat Islam, PSII yang dipimpin oleh Taufik R. Tjokroaminoto sebagai penerus kubu Matraman (Anwar Tjokroaminoto) dan PSII 1905 dibawah kepemimpinan KH. Ohan Sudjana yang merupakan penerus kubu H.MCH. Ibrahim.
Hasil pemilu 1999 ternyata tidak begitu menggembirakan bagi kedua partai yang mengatasnamakan kaum Syarikat Islam, PSII hanya memperoleh 375.920 suara atau 0,36% dari total perolehan suara nasional, sementara PSII 1905 hanya memperoleh 152.820 suara atau 0,14% dari total perolehan suara nasional.
Dengan hasil tersebut maka PSII gagal melewati ambang batas electoral threshold 2% sehingga kemudian beralih kembali menjadi ormas, melalui Majlis Tahkim (kongres nasional) ke-35 di Garut tahun 2003.
PSII bergeser kembali menjadi Ormas, dengan nama Syarikat Islam Indonesia (SI Indonesia). Dalam Majlis Tahkim ke-40 di Bandung, tahun 2015 terpilih Hamdan Zoelva. sebagai Ketua Umum Laznah Tanfidziyah, dan melalui keputusan tertinggi organisasi tersebut, Syarikat Islam kembali ke khittahnya sebagai gerakan dakwah ekonomi.