LANGKAT – Saksi dan korban dari kerangkeng manusia yang berbentuk penjara milik Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin Angin didorong untuk berani melapor.
Hal tersebut disampaikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
“LPSK mendorong siapa pun korban atau saksi dalam kasus tersebut untuk berani melapor ke LPSK,” ucap Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution dalam keterangannya, Selasa (1/2).
Pelaporan itu mesti dilakukan, lanjut Nasution, supaya LPSK dapat memberikan perlindungan, jika ada permohonan.
Maneger mengungkapkan, dalam investigasi awal tim LPSK menemukan sejumlah poin permasalahan, di antaranya yakni dua kerangkeng manusia, penghuni serupa sel diharuskan membuat surat pernyataan bahwa pihak keluarga tidak boleh meminta agar penghuni dipulangkan selain izin dari pembina kerangkeng.
Serta keluarga dilarang melihat penghuni di dalam kerangkeng dalam batas waktu yang ditentukan, dan keluarga tidak akan menggugat jika terjadi sesuatu pada penghuni selama dalam kerangkeng.
Kemudian, penghuni serupa sel bukan hanya pecandu Narkoba, tapi juga tindak pidana lain, misalnya, perjudian.
Lalu, temuan dugaan pembayaran penghuni kerangkeng. Selanjutnya, penghuni tidak diizinkan ibadah di luar kerangkeng.
“Terakhir, penghuni dipekerjakan tanpa dibayar, dan adanya penghuni meninggal dunia yang di tubuhnya diduga terdapat tanda-tanda luka,” ucap Maneger.
Terlebih, dalam investigasinya LPSK menemukan tiga dugaan tindak pidana. Ketua LPSK, Hasto Atmojo menjelaskan dugaan tindak pidana yang ditemukan, pertama terkait tindak pidana menghilangkan kemerdekaan orang atau beberapa orang oleh seseorang atau beberapa orang secara tidak sah.
Hal ini diduga dilakukan, oleh orang-orang yang tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penghilangan kemerdekaan tersebut.
“Ini bisa kita sebut ini adalah penyekapan,” ucap Hasto dalam konferensi pers, Senin (31/1) kemarin.
Kedua, diduga adanya dugaan tindak pidana perdagangan orang. Karena berkaitan dengan adanya pendayagunaan orang-orang yang ada di dalam sel, untuk melakukan pekerjaan-pekrjaan di kebun sawit atau perusahaan yang dimiliki oleh terduga pelaku secara paksa.
“Barangkali tidak memenuhi aturan di dalam ketenagakerjaan,” papar Hasto.
Ketiga, dugaan bahwa kerangken tersebut adalah suatu panti rehabilitasi ilegal. Terlebih Badan Narkotika Nasional Provinsi Sumatera Utara, telah menyatakan tempat rehabilitasi tersebut tidak sah atau ilegal.