Pesan Kepemimpinan (Pendidikan) Imam Al Ghazali: Empati, Lemah Lembut, Pemaaf Tidak Sombong

Kedua kelompok ini tidak jarang menjadi penekan bagi kebijakan-kebijakan yang harus diambil oleh kepala sekolah dan terkadang dalam beberapa kasus tertentu kebijakan yang diambil ternyata menjadi bumerang yang menyerang balik sang kepala sekolah karena dianggap tidak sejalan dengan ketentuan yang berlaku.

Dalam kondisi demikian haruskah sang kepala sekolah ditinggalkan dan menanggung resiko atas perbuatannya? Seharusnya tentu saja tidak.

Dalam kapasitasnya sebagai bagian tak terpisahkan dari suatu sistem birokrasi, ia harus mendapatkan perlindungan dari pimpinannya yang lebih tinggi sebelum benar-benar terbukti dan dinyatakan bersalah.

Sang pimpinan dalam melindungi bawahannya seyogianya secara optimum mendayagunakan instrumen pengawasan melekat yang dimilikinya dengan mengedepankan azas praduga tak bersalah (presumption of innocence) dan tidak menebar statement yang terkesan memvonis sebelum benar benar ditemukan letak kesalahannya.

Berdasar pada kondisi demikian, Imam Al Ghazali melalui bukunya ini mengemukakan beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin.

Di antaranya adalah empati terhadap anak buah dan memiliki sikap lemah lembut serta pemaaf dan tidak sombong.

Sikap empati pemimpin terhadap bawahannya ditunjukkan dengan sikapnya yang benar-benar merasakan apa yang dialami bawahannya.

Tidak sekadar bersimpati, pemimpin dengan empati yang tinggi akan memperlakukan bawahannya sebagaimana ia memperlakukan dirinya.

Selanjutnya seorang pemimpin harus memiliki sikap lemah lembut dan tidak membeda-bedakan status.

Lembut bukan berarti lembek atau tidak tegas melainkan tidak kasar, tidak emosi, dan tidak mudah membentak kepada bawahanya, menjadikan dirinya sebagai “part of solution” bukan sebagai “part of problem”.

Sifat yang ke tiga adalah pemaaf dan tidak sombong.

Salah satu bentuk kesombongan adalah marah dan berujung dengan penjatuhan hukuman langsung maupun tidak langsung.

Akal menjadi tumpul karena kemarahan telah membinasakannya sekaligus menjadi musuh dan penyakit akal, ia adalah seperempat kebinasaan.

Maka bila itu terjadi kembalilah kepada sifat pemaaf serta sifat mulia meneladani para nabi dan para aulia. Dari Abu Darda’ ra berkata:”Ya Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan yang akan memasukanku ke dalam surga. Rasulullah bersabda : “Jangan marah, kamu akan masuk surga”.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan