Pesan Kepemimpinan (Pendidikan) Imam Al Ghazali: Empati, Lemah Lembut, Pemaaf Tidak Sombong

Oleh: Kang Ahil

Membaca buku “Surat-Surat Imam Al Ghazali Untuk Para Pemimpin. (At-Tibr al-Masbuk fi Nashihah al-Muluk)”, seolah menjadi tamasya mental (round trip mental) untuk berselancar dalam praktek kepemimpinan raja-raja masa lalu melalui untaian kisah dan hikmah dari surat-surat yang beliau sampaikan pada zamannya.

Walaupun potret kepemimpinan yang disajikan itu sudah berlangsung kurang lebih seribu tahun yang lalu, namun esensi pesan nilainya (value) tetap relevan dengan praktek kepemimpinan saat ini. Terlebih-lebih dalam konteks kepemimpinan sebagai sebuah proses pendidikan.

Sekedar mengingatkan, kepemimpinan adalah proses pendidikan bagi diri sendiri maupun bagi orang lain sebagai upaya untuk mengendalikan dan mengawasi diri sendiri/self control bagi amanahnya sebagai mahluk Allah SWT.

Esensinya buku ini memberikan gambaran dan petunjuk tentang pemimpin di masa lalu sekaligus bekal dan tujuan yang harus dimiliki para pemimpin di masa-masa selanjutnya.

Dalam konteks demikian sandaran abadi tujuan setiap pemimpin idealnya adalah seperti yang dimaksud oleh firman Allah dalam Surat Al. Imran ayat 110 :

“Kuntum khaira ummatin ukhrijat lin-nāsi ta`murụna bil-ma’rụfi wa tan-hauna ‘anil-mungkari wa tu`minụna billāh.

Kamu adalah umat terbaik yang dikeluarkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah.”

Begitu penting dan strategisnya peran kepemimpinan yang diamanatkan kepada para pemimpin, beliau menyatakannya sebagai “Imarat ad dunya wa kharabuha min al mulk” yang berarti kelestarian dan kehancuran dunia sangat ditentukan oleh para penguasa.

Dunia yang dimaksud bukan saja dunia dalam pengertian fisik dengan segala isinya, tetapi juga bisa diartikan dalam konteks mikro dunia pendidikan, termasuk sekolah sebagai suatu ekosistem pendidikan.

Di dalam sekolah ini ada kepala sekolah yang merupakan pemimpin sebagai ujung tombak terdepan pelaksana manajemen pendidikan di lapangan.

Dalam menjalankan tugasnya, kepala sekolah berhadapan dengan dua kelompok pengaruh (influence group) yakni kelompok internal berupa civitas akademik sekolah dan kelompok eksternal masyarakat luas dan stakeholder pendidikan lainnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan