Oleh: Ade Priangani
Siapa menabur angin, akan menuai badai, artinya dia yang berbuat, dia pula yang terkena akibat, suatu hukum tabur-tuai. Juga merupakan judul sebuah buku yang ditulis oleh Soegiarso Soeroyo pada tahun 1988.
Istilah ini menjadi lebih tepat disematkan kepada Arteria Dahlan, yang sedang menjadi trending topic beberapa hari ini, yang kalau dalam istilah Sunda, setara dengan tamiang meulit ka bitis.
Dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan Kejaksaan Agung, pada tanggal 17 Januari 2022, seorang anggota DPR RI, Arteria Dahlan, membuat pernyataan yang pada intinya adalah meminta Jaksa Agung, untuk memecat Kejati Jabar Asep N. Mulyana karena menyalami Jaksa Agung ST Burhanudin, dengan menggunakan Bahasa Sunda, damang kang?
Pernyataan tersebut bukan bicara dalam forum resmi, tetapi sapaan dari dua orang yang berasal dari daerah Sunda, Asep N. Mulyana orang Tasikmalaya, sedangkan Jaksa Agung ST Burhanudin, berasal dari Majalengka.
Lain persoalan ketika Asep N. Mulyana ngomong di depan forum dengan mengatakan dalam Bahasa Sunda, mungkin pernyataan Arteria Dahlan bisa dipahami.
Hal ini menimbulkan riak di masyarakat Sunda dari berbagai kalangan, yang merasa tersinggung dengan pernyataan Arteria Dahlan tersebut, sebab bagi urang Sunda, bahasa memegang peranan penting dalam menjaga marwah Sunda, hal ini terungkap dalam babasan “leungit basana, ilang bangsana”.
Kalau kita terjemahkan adalah, bahasa memegang peranan vital dalam upaya mempertahankan jatidiri, sehingga ketika mengusik bahasa, sama saja dengan mengusik jatidiri. Jatidiri adalah “getih” yang mengalir dalam diri urang Sunda.
Memang wajar apabila elemen masyarakat Sunda, dari mulai Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, Ketua Umum Paguyuban Pasundan, HM. Didi Turmudzi, Angkatan Muda Siliwangi (AMS), TB Hasanudin, anggota DPR RI (namun belum terlihat sikap anggota DPR RI lainnya), serta berbagai komunitas kasundaan lainnya yang berkumpul dijalan Garut, meminta Arteria Dahlan untuk meminta maaf kepada masyarakat Sunda.
Hasil pertemuan di jalan Garut, yang dipimpin oleh Cecep Burdansyah, H. Taufik Faturohman, Darpan, TB Hasanudin, dan lainnya, karena Arteria Dahlan tidak mau meminta maaf, bahkan mempersilahkan untuk mengajukan keberatannya ke MKD, maka selain nama forum, coordinator dan sebagainya, hasil kesepakatan tersebut akan disampaikan ke Dewan Kehormatan DPR RI dan Dewan Kehormatan PDIP DPR RI, dan meminta PDIP memecat dari keanggotaan dan kedudukannya sebagai anggota Dewan, karena akan membahayakan integritas negara.