“Akan tetapi jika dilihat dari harga-harga tersebut, saat ini cabai sudah turun signifikan dibanding akhir tahun lalu. Sementara, telur saat ini harganya sudah mendekati harga acuan,” jelas Mendag Lutfi.
Sementara Ikhsan menyampaikan, inflasi harus dijaga di tingkat normal yaitu 3+1 persen. Sementara pada 2021, inflasi tercatat sebesar 1,87 persen yang artinya di bawah normal. Capaian 2021 merefleksikan permintaan yang masih rendah. Selain itu, juga karena keberhasilan dalam mengendalikan inflasi volatile food yang terendah selama empat tahun terakhir. Menjaga inflasi tetap normal dilakukan dengan menjaga produksi, menjaga perubahan suplai agar stok di dalam negeri tetap ada, serta menjaga agar administered prices tidak naik.
Menurut Ikhsan, pada 2022 terdapat beberapa risiko yang harus dihadapi. Di antaranya mengenai volatile food, kenaikan harga pangan pada Lebaran, Natal, dan Tahun Baru harus dijaga. Selain itu, adanya kenaikan harga komoditas seperti minyak goreng serta antisipasi kondisi cuaca.
“Hal tersebut harus diwaspadai terutama pada triwulan pertama. Untuk itu perlu disiapkan mitigasi, misalnya dengan meningkatkan stok supaya inflasi pada volatile food dapat dijaga. Yang harus juga diantisipasi adalah kenaikan harga energi. Diharapkan hal ini akan bergerak ke pola normal sehingga tekanan pada administered prices bisa berkurang,” terang Ikhsan.
Di sisi lain, Arsjad mengungkapkan, sisi kebijakan maupun reformasi struktural yang sedang dijalankan sangat membantu. Selain itu, Undang-Undang Cipta Kerja akan membuat investasi lebih banyak lagi dan meningkatkan kemudahan berusaha bagi usaha mikro, kecil, dan menengah.
“Pada 2022, hal yang harus ditingkatkan bersama-sama adalah penyerapan tenaga kerja. Dilihat dari sisi investasi, penyerapan tenaga kerja tercatat sebesar 5,9 persen secara tahunan. Jadi, masih ada pekerjaan rumah bagaimana penyerapan tenaga kerja lebih optimal. Selain itu, yang harus diperhatikan juga terkait logistik agar peluang yang ada dapat dimaksimalisasi,” ujar Arsjad. (*)