Polri ‘Jemput Paksa’ Fatia dan Haris Azhar, Begini Penjelasan KontraS

BANDUNG – Setidaknya ada empat sampai lima polisi yang sempat mendatangi kediaman dua aktivis, yakni Fatia Mualidiyanti dan Haris Azhar. Pihak dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pun sigap bersikap.

Hal tersebut terjadi pada pagi ini. Namun keduanya menolak dibawa. Setelah keduanya menolak dijemput paksa, ada satu mobil yang siaga di dekat kediaman Fatia dan Haris.

Koordinator bidang Riset dan Mobilisasi KontraS, Rivanlee Anandar turut meminta dukungan publik agar upaya kriminalisasi terhadap dua aktivis HAM itu, Fatia dan Haris Azhar, segera berhenti.

“Kami memohon dukungan agar upaya kriminalisasi ini bisa berhenti. Mari kawal bersama upaya pembungkaman kebebasan berekspresi ini,” ucap dia.

(KontraS) menyampaikan, polisi berusaha menjemput Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar di kediaman mereka masing-masing tersebut, yakni menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya.

“Namun, dua aktivis HAM itu menolak dijemput dan dibawa oleh polisi, karena keduanya akan datang langsung ke Polda Metro Jaya, Jakarta, pada pukul 11.00 WIB, Selasa,” kata Rivanlee di Jakarta, Selasa (18/1) dikutip dari Antara dilansir Jawa Pos.

Sejauh ini, Polda Metro Jaya belum memberi keterangan resmi terkait penjemputan Fatia dan Haris.

Dua aktivis itu pada tahun lalu dilaporkan oleh Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik.

Laporan itu telah diterima oleh Polda dan terdaftar pada nomor STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA.

Laporan itu dibuat oleh Luhut melalui kuasa hukumnya setelah beredar video berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya” yang diunggah melalui akun YouTube milik Haris Azhar.

Dalam tayangan itu, Fatia dan Haris membahas laporan sejumlah organisasi termasuk KontraS tentang bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI di balik bisnis tambang emas atau rencana eksploitasi wilayah Intan Jaya, Papua. (jp/zar)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan