KURIKULUM Prototipe bakal dijadikan opsi pembelajaran pada tahun ajaran baru 2022/2023.
Guna pemulihan pendidikan akibat pandemi, Hal tersebut diupayakan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Menanggapi opsi Kurikulum Prototipe itu, Anggota Komisi X DPR RI Sofyan Tan memberi respon positif. Dirinya menilai bahwa hal demikian dapat mengurangi beban siswa dan guru.
Sederhana dan fleksibel
Menurut Sofyan, materi yang disajikan lebih sederhana dan fleksibel. Lantas guru bakal punya cukup waktu memberikan kompetensi dasar peserta didik, seperti literasi dan numerasi.
Ia juga menekankan pentingnya adaptasi dan inovasi untuk dapat bertahan di tengah perkembangan zaman, termasuk adopsi model kurikulum yang berlaku di Indonesia.
Kebijakan kurikulum, lanjutnya, harus mampu membentuk talenta dan karakter anak secara keseluruhan (holistik).
Kurikulum Prototipe ini juga diyakini mampu membantu sekolah mengatasi dampak kehilangan pembelajaran (learning loss) akibat tidak optimalnya pembelajaran selama dua tahun terakhir.
“Bukan menghapus (kurikulum sebelumnya) tapi ini lebih efisien. Inilah kebijakan umumnya. Saya menyetujui kurikulum ini untuk dilaksanakan di Indonesia,” jelas dia dikutip, Minggu (16/1).
Berawal dari Kurikulum Darurat, Kemendikbudristek pun melihat bahwa kurikulum dengan materi esensial dapat mengurangi dampak learning loss akibat pandemi secara signifikan.
Studi Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) turut menunjukkan, siswa pengguna Kurikulum Darurat mendapat capaian belajar yang lebih baik.
Bila kenaikan hasil belajar itu direfleksikan ke proyeksi learning loss numerasi dan literasi, penggunaan Kurikulum Darurat dapat mengurangi dampak pandemi sebesar 73 persen untuk literasi dan 86 persen pada kemampuan numerasi.
Dengan kata lain, hasil riset menunjukkan bahwa satuan pendidikan yang melakukan penyesuaian terhadap kurikulumnya di masa pandemi cenderung dapat meminimalkan dampak kehilangan pembelajaran.
Kurikulum Darurat dinilai efektif memitigasi learning loss karena membantu guru untuk melakukan fleksibilitas dalam konteks pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid (teach at the right level) dan muatan lokal.
“(Kurikulum) perlu mengakomodasi partisipasi masyarakat dan stakeholder agar apa yang diajarkan relevan,” tandas Sofyan. (jp/zar)