BANDUNG – Penerapan hukuman mati kepada terdakwa kasus pencabulan terhadap 13 orang santriwati, Herry Wirawan (HW) dinilai melanggar ketentuan Hak Asasi Manusia (HAM).
Menanggapi hal tersebut, Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak (PA), Bimasena mengatkan bahwa tuntutan hukuman mati tersebut dinilai sudah sangat tepat. Sebab, kata dia, hukuman tersebut bisa membuat efek jera bagi para pelaku pelecehan seksual khususnya predator anak.
“Komnas PA, tetap mendukung proses hukum yang seberat-beratnya, termasuk tuntutan JPU berupa hukuman mati. Karena kita mengimplementasikan pasal 81 ayat 5 terkait hukuman mati. Jadi biarkan saja yang kontra terhadap hukuman mati ini, karena mungkin itu fungsinya mereka,” ucapnya, saat dihubungi, Sabtu (15/1).
Sementara itu, dengan adanya persoalan pro dan kontra hingga dinilai masih kontroversi, Bimasena mengatakan, hukuman mati kepada Herry Wirawan tidak perlu menjadi kontroversi. Sebab, jika melihat dari sisi emosional keluarga korban, hukuman tersebut pantas dilayangkan untuk pelaku.
“Tapi coba bayangkan kalau di antara korban ini adalah anak kita atau keluarga kita, pasti akan menyuarakan tentang hukuman yang seberat-beratnya, dan itu pasti akan sama,” tegas Bima.
“Jadi, justru itu tidak kontoversi, malah ini terobosan yang sangat bagus dari penegak hukum yang mengimplementasikan prodak hukum ini (hukum mati) untuk membuat efek jera bagi para pelaku pelecehan seksual khususnya predator anak,” tambahnya.
Sementara itu, ketika ditanya mengenai hukuman kebiri yang rencananya akan diterapkan kepada terdakwa, ia menjelaskan bahwa hal tersebut merupakan porsi hukuman tambahan jika tuntutan mati tidak diterapkan pada putusan nanti oleh majelis hakim.
“Ini majelis hakim misalnya, memutus tidak tepat dalam menerapkan hukum mati kepada terdakwa, berarti kan ada tuntutan yang di bawahnya yaitu tuntutan seumur hidup plus pemberatan berupa kebiri kimia. Dan ini adalah semua prodak hukum. Sudah dikaji oleh para ahli, sudah dikaji juga dengan waktu yang cukup,” paparnya.
Sehingga, ia berharap pada persidangan pembacaan putusan nanti bisa memberikan hasil yang diinginkan oleh masyarakat dan keluarga korban, yakni dihukum seberat mungkin.
“Kami berharap majelis hakim menggunakan hati nuraninya berdasarkan keadilan untuk korban. Dan kami yakin bahwa hakim akan melihat itu. Karena majelis hakim tidak bisa diintervensi termasuk oleh siapapun untuk memutuskan. Intinya kita serahkan saja pada prodak hukum yang ada,” pungkas Bima.