BANDUNG – Dua tempat hiburan di Kota Bandung, yakni Hollywings dan Above & Beyond diduga telah melanggar aturan bayar pajak.
Kedua tempat itu diduga menyalahi aturan bayar pajak yang tidak sesuai regulasi ditetapkan oeh pemerintahan Kota Bandung.
Mereka dituding oleh Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bahwa Hollywings dan Above & Beyond hanya membayar pajak sebagai Cafe dan Resto sebesar 10 persen. Padahal seharusnya tempat hiburan wajib dikenakan pajak sebesar 35 persen.
Ketika dikonfirmasi kepada Bagian Pendapatan Asli Daerah (Bapenda) Kota Bandung, Sub Koordinator Pajak Hotel dan Restoran Charles Simamora mengakui bahwa kedua tempat tersebut hanya tercatat sebagai Wajib Pajak (WP) Restoran.
Dia mengatakan, Hollywings dan Above and Beyond, tercatat sebagai Wajib Pajak (WP) Restoran sesuai dengan perizinan yang dimiliki pada saat pendaftaran sebagai Wajib Pajak.
‘’Jadi kalau tidak salah tangkap permasalahannya hiburannya dan kedua tempat itu sudah terdaftar sebagai WP Restoran,’’ujarnya.
Sebelumnya, Puluhan Mahasiswa PMII Kota Bandung menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Walikota Bandung, untuk menuntut segera lakukan evaluasi dan penindakan terkait isu mafia pajak di lingkungan Pemkot Bandung.
Menurut Koordinator Lapangan Aksi, Azmi Hibatullah, pihaknya mengaku menemukan sejumlah pelaku usaha yang membayar pajak tidak sesuai regulasi.
Ketentuan aturan bayar pajak bagi pelaku usaha tempat hiburan yakni sebesar 35 persen. Namun yang mereka bayar hanya pajak 10 persen yakni pajak yang berlaku bagi pelaku usaha Restoran dan Kafe.
Sebelumnnya Jabarekspres.com diberitakan, bahwa penerimaan pajak daerah mulai mengalami penurunan sejak datangnya Pandemi Covid-19.
Penurunan terjadi dari 9 mata pajak yang ditangani Bapenda Kota Bandung. Seperti kurangnya biaya hotel, penutupan jalan, dan kemudian aktivitas, yang berpengaruh terhadap omset dari pendapatan.
Sektor perkantoran dan usaha juga terdampak yang mempengaruhi pajak penerangan jalan dan air tanah.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Pendapatan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) penurunannya tidak signifikan, dibandingkan dengan pendapatan PBB akhir 2019 sekitar Rp558 miliar.
Sedangkan pada akhir 2020 lalu pendapatan PBB mencapai Rp505 miliar atau berkurang Rp53 miliar.