BANDUNG – Terdakwa kasus pencabulan 13 santriwati, Herry Wirawan, dituntut hukuman mati dan kebiri kimia oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada persidangan di Pengadilan Negeri Bandung, Selasa (11/1)
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa barat Asep N Mulyana yang menjadi JPU dalam kasus ini, menjelaskan tuntutan tersebut untuk memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan serupa.
“Ini sebagai bukti, komitmen kami untuk memberikan efek jera kepada pelaku dan pihak lain yang melakukan kejahatan,” ucapnya seusai melakukan Persidangan di PN Bandung, Selasa (11/1).
Selain tuntutan tersebut, Asep juga menambahkan, sebagai JPU pihaknya telah meminta kepada majelis hakim agar terdakwa membayar denda sebesar Rp 500 juta dan subsider kurungan penjara selama 1 tahun.
“Dan kami juga meminta untuk mewajibkan terdakwa membayar restitusi kepada anak-anak korban totalnya Rp 331.570,186,” ucapnya
Dalam berkas tuntutannya, Asep meminta majelis hakim membekukan dan mencabut atau membubarkan Yayasan-yayasan yang di kelola oleh Herry Wirawan beserta keluarganya.
Bahkan Asep juga berharap majelis hakim menyetujui, pihaknya mengajukan perampasan terhadap harta kekayaan atau aset terdakwa baik berupa tanah dan bangunan. Baik yang sudah disita maupun belum untuk nantinya dilelang dam diserahkan kepada negara atau Pemerintah Provinsi Jawa barat guna bisa membiayai sekolah korban dan bayinya.
“Dan itu nantinya akan digunakan untuk biaya sekolah anak-anak (Korban) dan bayi-bayi nya, dan kelangsungan hidup daripada mereka (Korban),” ujarnya
“Kemudian kami juga meminta barang bukti milik terdakawa berupa sepeda motor untuk pelelangan dan hasilnya akan di serahkan kepada Negara melalui Pemerintah Provinsi Jabar, untuk nantinya (digunakan) biaya sekolah dan keberlangsungan hidup korban dan anaknya,” imbuhnya
Adapun terdakwa HW dituntut hukuman sesuai dengan Pasal 81 ayat (1), ayat (3), ayat (5), jo Pasal 76D UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 1 tahun 2016 tentang Perubahan ke dua atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menjadi Undang-undang Jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
“Dan itu sebagaimana dakwaan primer kami (JPU),” Pungkasnya. (Mg4).