JAKARTA – Realisasi produksi batubara sampai akhir tahun 2021 sebesar 611,76 juta ton, di mana 304,43 juta ton diantaranya telah di ekspor ke berbagai negara. Realisasi ekspor tersebut baru mencapai 62,45 persen dari target yang dipatok yaitu 487,50 juta ton.
Meskipun pemerintah Indonesia memiliki kebutuhan pasokan batubara untuk memenuhi pembangkit listrik, namun realisasi Domestic Market Obligation (DMO) hanya sebesar 63,47 juta ton atau hanya 46,16 persen dari target sebesar 137,50 juta ton.
Baru-baru ini pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan larangan ekspor batubara terhitung sejak 1 – 31 Januari 2022. Hal itu tertuang dalam surat Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) bernomor B-1611/MB.05/DJB.B/2021 tertanggal 31 Desember 2021.
Menanggapi hal itu, Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPR RI menyampaikan dukungannya terhadap langkah pemerintah tersebut, mengingat kebutuhan pasokan energi dalam negeri harus diutamakan sebelum dijual ke negara lain.
“Sesuai arahan Ketua Umum PKB, sikap Fraksi PKB jelas mendukung pelarangan ekspor batubara ini. Sudah sepatutnya pemerintah memastikan kebutuhan energi dalam negeri terpenuhi terlebih dahulu,” ujar Anggota Komisi VII FPKB Ratna Juwita dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com, Rabu (5/1).
Merujuk kepada data tahun 2021, lanjut Ratna, terlihat dengan jelas bahwa realisasi DMO kurang dari 50 persen dari target.
“Coba kita lihat, realisasi DMO 2021 hanya 63,47 juta ton dari target 137,50 juta ton. Baru mencapai 46,16 persen. Ini bentuk ketidakpatuhan. Sangat berbahaya bagi jaminan pasokan energi nasional,” katanya.
Lebih lanjut Ratna juga menegaskan, sikap bahwa pemerintah harus meningkatkan pengawasan kepada pemegang IUP dan IUPK Minerba agar mematuhi aturan pemenuhan DMO minimal 25 persen, sebagaimana telah diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 139.K/HK.02/MEM.B/2021.
“Bagi yang melanggar realisasi DMO kurang dari 25 persen, sebaiknya jangan hanya dilarang ekspor satu bulan, tapi harus dilarang selama satu tahun, biar ada efek jera,” ungkapnya.
Selain itu Ratna juga menyampaikan sikap Fraksi PKB yang mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan transisi energi fosil menuju energi baru terbarukan (EBT). Menurutnya, transisi energi ini merupakan bentuk komitmen untuk mempercepat terwujudnya net zero emission pada tahun 2060.