BANDUNG – Pengakuan Herry Wirawan (HW) dipersidangan, mengundang tanggapan serius dari Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) yang menilai hal tersebut sangat kontradiktif.
Diketahui saat dilakukan pemeriksaan di persidangan, terdakwa Herry Wirawan mengaku melakukan tindakan rudapaksa kepada belasan santriwatinya hingga melahirkan sebanyak 9 anak, dikarenakan khilaf.
“Dia (HW) melakukan pembelaan saja (dalam persidangan), dia menyampaikan kalau itu adalah kekkhilafan, siap bertanggungjawab, siap menikahi karena sikap terhadap anak-anak itu atas dasar sayang, tetapi itu kan kontradiktif dengan kesaksian saksi dalam fakta persidangan,” ucap Dewan Pembina Komnas PA, Bimasena di Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa (4/1).
“Jadi kalau memang dia (HW) memang sayang, dari awal dia pasti mengakui itu anaknya (anak yang dilahirkan dari korban).
Itu saja sudah bisa mematahkan (dakwaan dari JPU),” tambahannya
Maka, dengan adanya pernyataan dari HW tersebut Bimasena mengungkapkan bahwa terdakwa sudah berniat jahat sejak awal.
“Beda perbuatan, kalau kekhilafan itu satu orang (Korbannya), tapi kalau ini niat jahatnya sudah ada dari awal. kalaupun dinikahi itu seperti pembelaan diri saja, dan itu tidak layak,” ungkapnya
Sehingga ia menilai, dengan adanya hal tersebut terdakawa pantas mendapatkan hukuman yang berat, agar setimpal dengan yang dirasakan korban-korbannya.
“layaknya mendapatkan hukuman, justru kalau menikahi (Korban), itu akan melanggar juga, karena ini kan anak-anak di bawah umur,” Pungkasnya
Sebelumnya dipersidangan lanjutan kasus Rudapaksa kepada belasan santriwatinya yang dilakukan oleh terdakwa atas nama Herry Wirawan (HW) Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Selasa (4/1).
Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa barat menyebut kan bahwa dari hasil pemeriksaan, terdakwa mengaku khilaf sudah melakukan pemaksaan dan menghamili belasan santrinya.
Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Jabar, Dodi Gozali Emil, hasil dari pemeriksaan terhadap HW di persidangan, seluruh dakwaan yang diberikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dibenarkan oleh terdakwa.
Namun, saat di tanya motif melakukan rudapaksa kepada belasan santriwatinya, terdakwa mengaku khilaf dan minta maaf.
“Cuma ketika ditanyakan motifnya, itu (Terdakwa) jawabannya masih berbelit-belit, tapi ujung-ujungnya dinyatakan bahwa dia minta maaf dan mengaku khilaf, itu yang disampaikan oleh HW (terdakawa),” ungkapnya. (Mg4).