Isu Reposisi Jabatan di Pemkot Bandung, Begini Kata Pengamat

BANDUNG – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dikabarkan akan melakukan reposisi jabatan di lingkungan Aparatur Sipil Negara (ASN). Reposisi jabatan tersebut dilakukan secara menyeluruh terhadap ASN tingkat eselon 2, 3, dan 4.

Pengamat Politik dan Guru Besar Universitas Padjadjaran (Unpad) Bidang Keamanan Dalam negeri Prof Muradi mengatakan bahwa reposisi jabatan di lingkungan Pemkot Bandung sama seperti halnya pelatih sepak bola, jika pemain tersebut tidak sesuai ekspektasi pelatih bisa langsung diganti kapanpun.

“Iya pertanyaannya itu kan haknya Kepala Daerah dengan berbagai indikator. Jadi memang kepala daerah, kan gini ya, pelatih aja dalam main bola ya, itukan kan bisa mengganti di tengah jalan, bahkan ada yang baru 20 menit, 10 menit dia harus diganti. Kenapa, karena mungkin tidak sesuai dengan ekspektasi dari pelatih, atau kemudian merasa tidak cocok dengan strategi yang dibangun,” ujar Muradi saat dihubungi Jabar Ekspres, Rabu (29/12).

“Jadi kalau saya kira, analogi bola itu bisa juga sama dengan analogi politik pemerintahan di Kabupaten, Kota, atau Provinsi, bahkan Nasional kan,” tambahnya.

Jika dalam konteks Pemkot Bandung, pihaknya menjelaskan bahwa Kepala Daerah tersebut adalah user. Dengan itu, user selalu menginginkan programnya bisa berjalan dan tidak terganggu.

“Nah paska Mang Oded meninggal kan, mungkin Pak Yana punya kebijakan yang lebih progres, misalnya dan itu tidak bisa dilakukan oleh birokrasi yang ada saat ini. Boleh gak diganti, boleh. Itu haknya Kepala Daerah, selama prosesnya sesuai dengan undang-undang,” tegasnya.

Mengenai adanya kabar evaluasi terhadap Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung Ema Sumarna, Muradi mengungkapkan bahwa patokannya adalah Sekda merupakan bridging atau jembatan dari Kepala Daerah ke mitra di DPRD, dari Kepala Daerah dengan publik, melaui dinas-dinas, Kepala Daerah dengan Polisi, TNI, dan sebagainya.

“Nah itu sudah dijalankan belum sama Sekda, Kalau dianggap sudah jalan, efektif belum hubungannya. Nah kalau saya nguji paling gampang. Selama 3 tahun perjalanan Wali Kota, Wakil Wali Kota itu selalu ditolak dengan catatan. Artinya bridgingnya gak jalan, termasuk Sekda gak jalan. Fungsi bridging atau fungsi jembatan antara Kepala Daerah dengan DPRD. Itu pertimbangan saya,” ungkapnya.

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan