BANDUNG – Sidang lanjutan kasus rudapaksa yang dilakukan oleh terdakwa Herry Wirawan (HW) kepada belasan santriwatinya kini telah menguak fakta mengejutkan.
Menurut Kepala Kejaksaan Negeri Tinggi (Kejati) Jawa Barat yang bertugas sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan, Asep N Mulyana menjelaskan bahwa aksi bejat yang dilakukan oleh Herry Wirawan merupakan tindak kejahatan yang sangat kejam.
Asep menerangkan dari hasil pemeriksaan saksi ahli yang merupakan Psikolog terdakawa Herry Wirawan telah melakukan pencucian otak kepada santriwatinya yang menjadi korban. Sehingga para korban pun mengikuti keinginan dari terdakwa.
“Perbuatan terdakwa ini itu termasuk dalam kategori ancaman psikis. Jadi membekukan otak korban sehingga secara sukarela mau melakukan apapun yang dilakukan oleh pelaku, jadi bukan hanya trauma saja,” katanya usai melakukan Persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Bandung. Kamis (30/12).
Asep juga mengungkapkan bahwa tindakan bejat yang dilakukan oleh HW ini, sudah direncanakan terlebih dahulu.
“Tadi dari psikolog, kami dalami secara luas, dan mendapatkan pembelajaran lebih dari psikolog, itu bagaimana kemudian perbuatan itu dilakukan secara bertahap dan terencana untuk bagaimana ada keinginan atau hal yang dilakukan oleh terdakwa (HW),” ujarnya.
Selain melakukan hal tersebut kepada para Korban, Asep juga menambahkan terdakwa HW telah melakukan hal serupa kepada istrinya.
“Jadi kalau teman-teman menganggap mengapa terungkap sekarang, mengapa istrinya tidak mau melapor, ini jadi seperti itu (pencucian otak),” katanya.
“Jadi dalam istilah psikolog itu ada istilah dirusak fungsi otaknya, bukan dirusak kondisi otaknya tapi dirusak fungsi otaknya. Sehingga orang tidak bisa membedakan mana itu salah mana itu benar, boro-boro melapor, boro-boro menyampaikan, istrinya pun seperti tidak berdaya,” sambung Asep..
Tindakan pencucian otak yang dilakukan oleh HW, yakni seperti memberikan sesuatu kepada korbannya.
“Jadi cuci otaknya dalam teori psikologi itu banyak, misalnya dia memberi iming-iming, memberi kesenangan, memberikan fasilitas yang dia tidak dapatkan sebelumnya, jadi diberikan itu. Sehingga dengan pelan-pelan si pelaku itu mempengaruhi korban, ‘saya kan sudah belikan kamu ini, saya kan memberi pekerjaan gratis, tolong dong kemudian kamu juga memahami kebutuhan saya dan keinginan saya’ dan seterusnya,” tuturnya.