Ridwan Kamil For Sale

Dalam suatu acara Fisipol Leadership Forum yang diselenggarakan oleh Fisipol UGM Jogjakarta (2/12/21), Gubernur Jawa Barat menyatakan bahwa terdapat empat modal yang harus dimiliki oleh orang yang ingin nyapres 2024. Keempat modal itu adalah elektabilitas, kesukaan, logistik dan parpol pengusung.

Emil secara terbuka menyatakan bahwa ia memiliki atau memenuhi dua syarat pertama namun tidak atau belum untuk dua syarat berikutnya. Dengan nada penuh percaya diri ia “menantang” parpol yang membutuhkan tokoh untuk kontestasi 2024 maka ia bisa atau siap masuk hitungan “Ya, saya bismillah,” katanya sebagai tanda kesiapan.

Secara elektabilitas Emil termasuk tidak terlalu tinggi, namun selalu ada di lima besar. Ia ada di bawah Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo dan Anies Baswedan. Kondisi ini mendapat catatan positif  dari pengamat politik dari Unpad Bandung, Firman Manan (baca rubrik ini di edisi sebelumnya).

Secara kesukaan, jangan ditanya. Emil mempunyai lebih dari 14 juta follower pada akun Instagram nya. Memang masih di bawah pengikut Jokowi yang lebih dari 43 juta, namun di atas pengikut Anies Baswedan (5 juta) dan Ganjar Pranowo (4 juta). Apa arti angka-angka itu, selama ini memang belum ada lembaga survey yang mengaitkan angka kesukaan dengan elektabilitas. Demikian juga belum ada yang mengukur jumlah pengikut Jokowi sebelum dan sesudah jadi presiden baik pada 2014 maupun 2019, apakah ada korelasi positif dengan keterpilihan.

Sekarang mari kita tinjau dua syarat di belakang yakni logistik dan parpol pendukung. Selama ini memang tidak diketahui dengan pasti berapa dana yang dihabiskan oleh Jokowi dan SBY untuk memenangkan kursi RI-1. Penulis hanya menyebut dua nama itu saja karena baru mereka lah yang mengalami atau mengikuti pilpres secara langsung. Namun berdasarkan Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kampanye  selama pilpres 2019 diketahui bahwa Jokowi – Amin Ma’ruf telah menghabiskan biaya kampanye Rp 606,7 milyar sedangkan Prabowo Subianto – Sandiaga Uno menghabiskan Rp 213,2 milyar.

Jadi berapa kisaran biaya nyapres tetap jadi misteri. Namun dalam diskusi di forum di UGM di atas Emil menyatakan bahwa…”duit trilyunan darimana”. Ini berarti (paling tidak menurut Emil) seseorang yang akan nyapres perlu dana dalam kisaran “tango atau ton”. Apakah itu disediakan oleh diri yang nyapres, patungan dengan cawapres ataupun patungan di antara parpol pengusung, yang pasti jumbo. Dalam forum diskusi di UGM Emil sudah menyatakan tidak punya dana. Namun untuk masalah dana ini penulis punya pemikiran bahwa umumnya dana akan beres jika sudah jelas parpol pendukung siapa atau berapa parpol. Semakin banyak parpol pendukung tentu akan semakin meringankan beban dana, demikian juga sebaliknya. Itu sebabnya bisa dipahami jika biaya kampanye Jokowi dalam pilpres 2019 lebih banyak daripada Prabowo.

Tinggalkan Balasan