Meratapi kegelapan tidaklah berguna, yang tepat adalah segera nyalakan lilin. Itulah kata atau kalimat bijak yang bisa dikemukakan untuk merespon tenggelamnya nama Emil tadi. Mencari sebab nama Emil tenggelam tidak berguna, yang perlu sekarang (dan ke depan) adalah berusaha nama Emil bisa berkibar di setiap survey, minimal harus ada di peringkat besar tertentu misal tiga atau lima besar. Jadi jangan sampai tidak muncul sama sekali.
Salah satu kiat yang identik dengan menyalakan lilin adalah dengan memberdayakan semua power tanah Pasundan, misal dari kalangan kampus, kebudayaan/kesenian, sosial bahkan sampai kelompok pengamat politik dimana pilpres sudah pasti menjadi domain kelompok terakhir ini. Satu lagi yang tidak boleh ketinggalan (atau ditinggalkan) yakni kalangan media massa tepatnya para jurnalis dan juga pegiat media sosial. Kelompok yang satu ini powernya tentu tidak dapat dipandang sebelah mata untuk menggerakkan masyarakat.
Yang jadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana cara menggerakkan berbagai kelompok masyarakat di tanah Pasundan untuk mengibarkan panji-panji Ridwan Kamil? Ini juga bukanlah pertanyaan yang mudah dijawab, mengapa? Selama ini jika ada kelompok yang menamakan pendukung Ali, Badu dan seterusnya, tidak pernah diketahui dengan pasti apakah lahirnya kelompok itu karena “hasil karya” Ali ataukah murni dari masyarakat. Contoh konkritnya, kelompok “Projo” (Pro Jokowi) yang mulai eksis ketika dulu Jokowi akan nyapres pada 2014.
Namun sampai sekarang tidak pernah ada penjelasan siapa atau apa yang membuat kelompok ini ada. Dan hal itu merupakan hal yang wajar bahwa kelompok tertentu yang mendukung tokoh tertentu tidak akan membuka “resep dapur” nya karena merupakan strategi politik masing-masing.
Lantas bagaimana dengan banyaknya kelompok atau komunitas di Jawa Barat yang sangat berpotensi untuk dibentuk sekaligus mendukung Emil? Kita tunggu saja. Yang pasti tentunya dalam hal ini “sang pengantin” tidak akan berpangku tangan.
S E L E S A I