PDI Jazuli

Dahlan Iskan di Pesantren Bina Insan Mulia. (ISTIMEWA)
Dahlan Iskan di Pesantren Bina Insan Mulia. (ISTIMEWA)
0 Komentar

Pesantren ini memang punya dua kampus. Sama-sama di pelosok desa itu. Sama-sama lewat jalan sempit. Juga sama-sama mempertahankan suasana pedesaan. Bedanya, di kampus 2 itu, setiap kamar diisi 20 santri. Luas kamar 9 x 9 meter. Ada 10 tempat tidur bertingkat di situ. Pakai AC.

Di kampus 2 juga dilengkapi kafe: di tengah halaman. Itulah kafe bus tingkat. Seperti bus wisata di kota Paris –yang tanpa atap itu. Bodi bus beneran, warna warni, ditaruh di situ.

Juga dilengkapi kolam renang.

Di kampus 2 itu kelasnya sudah smart class –mengadopsi sistem dari Australia.

Baca Juga:Perpustakaan dan Peradaban BangsaDampak Pandemi Covid-19, Pengelola AWC di Cimahi Sempat Terpukul

Sedang di kampus 1, satu kamar diisi 25 orang, masing-masing dapat 1 kasur di lantai. Kamar itu, di siang hari, untuk kelas. Lebih 2.500 santri di kampus 1 ini.

Jazuli ingin mengembangkan pesantren internasional dengan ciri khas Indonesia. Bukan internasional yang kebarat-baratan atau ke Arab-araban. Salah seorang pemimpin di pesantren itu adalah Dr Ferry Muhammadsyah Siregar, peneliti dari Amerika dan Mesir.

Cara itu tentu dinilai sebagai pemberontakan terhadap sistem di mainstream NU. Ia tidak peduli. Ia begitu ingin umat Islam berorientasi ke kemajuan. Ke masa depan. Termasuk dalam melihat semua hal.

Itulah sebabnya Jazuli kurang sepaham dengan ulama muda NU yang lagi ngetop sekarang: Gus Baha’. Yang dari Rembang itu. Yang ia anggap terlalu berorientasi ke hukum agama masa lalu.

Belakangan Jazuli sebenarnya ingin memperbaiki hubungannya dengan Gus Baha’. Terutama menjelang muktamar NU di Lampung bulan depan.

“Sudah bisa bertemu?” tanya saya.

“Saya sudah ke Jawa Tengah. Sudah ke Rembang. Tapi belum bisa bertemu,” katanya.

Menghadapi muktamar NU itu Jazuli memang ingin mengegolkan ide ini: agar muktamar menarik kembali putusan kembali ke khittah itu.

Baca Juga:Tawarkan Sensasi Baru, Glamping Hits Kekinian ala Kalasenja Family CimahiSelidiki Kebakaran Tangki Pertamina Cilacap, Tim Inafis Diturunkan

“Relevansinya sudah berubah. Sesuai di zaman Orde Baru. Tidak sesuai lagi sekarang,” katanya.

Dengan pencabutan itu semua warga NU bisa diarahkan memilih PKB. “Kata orang, warga NU itu 60 juta. Kok partainya orang NU hanya dapat 9 persen?” katanya. “Padahal kalau PKB dapat suara 20 persen NU bisa mengatur negara ini,” tambahnya.

0 Komentar