JAKARTA – Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade menegaskan, jika harga tes PCR di Indonesia seharusnya bisa berada di bawah Rp200 ribu. Bahkan, tegas Andre, harga Rp200 ribu tersebut, harusnya sudah bisa diterapkan sejak Maret 2021, di saat harga tes PCR sedang mahal.
“Tapi pertanyaannya, kenapa harga PCR kalo kita baca sudah mengalami perubahan dari yang pertama Rp2,5 juta. Berubah menjadi Rp900 ribu, berubah jadi Rp495 ribu. Sekarang berubah menjadi Rp275 ribu. Sudah tiga kali (berubah),” ungkapnya saat RDP, Selasa (9/11).
Andre menambahkan, murahnya harga tes PCR tersebut bisa disebabkan oleh banyak faktor. Misalnya saja, komponen harga yang terkandung dalam tes PCR diantaranya seperti Viral Transport Medium (VIT) dengan range harga sekitar Rp10 ribu, ekstraksi kit dengan harga sekitar Rp25 ribu, hingga harga reagen yang berkisar Rp65 ribu.
“Sebenarnya dibawah Rp200 ribu masih untung. Struktur biayanya jelas, kit itu hanya Rp100 ribu, mulai dari VTM, ekstraksi kit dan PCR kit, itu hanya di bawah Rp100 ribu. Ditambah nanti APD, biaya nakes, biaya operasional lainnya, ditambah keuntungan, saya rasa masih bisa 170 sampai 180 ribu, masih untung itu,” kilahnya.
Untuk itu, politisi Fraksi Partai Gerindra ini meminta kepada perusahaan pelat merah yang berkecimpung di bidang kesehatan, selain memang harus memberikan keuntungan kepada negara, namun tetap harus berpihak dan bekerja untuk rakyat.
“Tolong ini bapak pikirkan, BUMN itu memang diperintahkan oleh Kementerian BUMN sesuai Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 memberikan keuntungan, tapi juga ada tugas untuk membantu negara,” ujarnya.
Selain PCR, Andre juga menyoroti harga tes Antigen. Menurutnya alat tes antigen produksi lokal sudah banyak di Indonesia. Dengan kualitas sensitivity yang sudah mencapai 93-96 persen dan spacificity sebesar 97-100 persen, antigen lokal dinilai tidak kalah dengan Antigen dari luar negeri.
“Intinya apa? Kualitas antigen kita sebenarnya sudah bagus sensitivity dan spacificity-nya sudah luar biasa. Nah, harganya kan murah, harganya itu sudah di bawah Rp30 ribu-Rp20 ribu-an. Seharusnya pemerintah juga bisa mematok harga di bawah Rp40 ribu, atau di bawah Rp30 ribu,” tandasnya. (Fin-red)