Ketua LDII: Keajaiban Sumpah Pemuda Hilang Bila Hak Sipil Tak Dipenuhi

Ia menyitir pahlawan nasional Sam Ratulangi, bahwa syarat penting untuk terbangunnya bangsa Indonesia adalah kesabaran sosial.

“Toleransi dan pengendalian diri menjadi penting untuk menjaga kemajemukan agar Indonesia tidak bubar,” imbuh Singgih yang juga Ketua DPP LDII.

Semangat nasionalisme para pemuda pada 28 Oktober 1928, melahirkan semangat untuk merdeka. Saat berfokus mengusir penjajah, rakyat Indonesia belum memikirkan mengenai persoalan keadilan dan kesejahteraan.

Ketika Indonesia merdeka, dan rasa nasionalisme berhasil jadi landasan bagi perjuangan untuk melawan kolonialisme dan penindasan yang lain, maka setelah merdeka pertanyaannya bukan lagi nasionalisme.

Tapi bagaimana negara yang merdeka ini bisa mewujudkan keadilan, menciptakan rasa keadilan, dan menghilangkan ketidakadilan.

Persoalan kemudian, bagaimana negeri yang telah terwujud mampu menciptakan tujuan negara, yang di dalam termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.

Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Menurut Singgih, sangat sulit mempertahankan nasionalisme bila ketidakadilan muncul di mana-mana dan jurang sosial menganga, Hal tersebut bisa memicu munculnya disintegrasi bangsa,” ujarnya.

Oleh sebab itu, sebagai negara yang merdeka, maka semangat mewujudkan civil state atau welfare state menjadi isu pokok yang harus diwujudkan pemerintah.

Di mana pemerintah terus berusaha memenuhi hak-hak sipil warganya, mulai dari pendidikan, kesehatan, lapangan kerja, dan kebutuhan lainnya. (*)

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan